Bayangkan Jika Anggota Yakuza Menghapus Tato, Sakitnya Luar Biasa
Zaman memang sudah berubah saat ini. Kalau dulu anggota sindikat kejahatan Jepang biasa disebut Yakuza banyak
Editor: Widiyabuana Slay
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang
TRIBUNNEWS.COM - Zaman memang sudah berubah saat ini. Kalau dulu anggota sindikat kejahatan Jepang biasa disebut Yakuza banyak yang bertato, kini malah oleh bos mereka diminta sudah segera menghapus tatonya kalau bisa dilakukan. Akibatnya para ahli atau tukang tato di Jepang sekarang berkurang customernya.
"Customer saya dulu banyak sekali anggota Yakuza, kini malah sangat jarang karena ternyata sudah diminta para pimpinannya agar tato yang dimiliki para anggota Yakuza justru mesti dihapus kalau bisa," demikian ungkap Horiyoshi III (Horiyoshi ketiga) kepada Pusat Penelitian Sub-Budaya Jepang (JSRC) dan dikutip Tribunnews.com, Jumat (4/1/2013)
Horiyoshi II sangat terkenal dengan pembuat tato khususnya tekniknya yang terbaru, tebori, membuat tato kepada seseorang dengan sangat cantik dan yang ditatoo pun tidak terasa sakit saat dilakukan pembuatan tato.
"Saya rasa orang Barat pun memiliki citra bahwa orang yang bertato adalah Yakuza. Kini pelanggan saya sangat jarang orang Yakuza, yang banyak malah 40 persen orang non-Jepang, lalu kalangan pegawai, dan wanita. Jadi keseluruhan 90 persen customer malah orang biasa," paparnya di Yokohama.
Salah seorang customernya, orang Amerika bernama John (52), seorang computer engineer bermarkas di California, sejak usia 40 tahun hingga kini, badannya ditato semua, bahkan dianggapnya belum selesai semua tato yang diinginkannya walaupun sudah melakukan selama 12 tahun terakhir ini.
Berkurangnya jumlah orang Yakuza yang bertato bahkan yang sudah punya tatoo dihapus, menurut Tribunnews.com karena beberapa hal.
Mei tahun lalu, Toru Hashimoto, pendiri Partai Restorasi, yang juga Wali Kota Osaka, meminta karyawannya agar membersihkan dirinya dari tatoo. Akibatnya, segera sedikitnya dua orang karyawan kantor wali kota tersebut menghapus tatoo-nya.
Menurut Hashimoto (42), tatoo bercitra buruk, tidak baik di mata masyarakat, apalagi jika bekerja sebagai karyawan kantor pemerintah daerah.
Lalu 113 karyawannya mengatakan bahwa mereka memiliki tato di tempat yang kelihatan tidak bisa disembunyikan. Pada Desember 2012 tiga orang akhirnya dihukum karena menolak ikut serta survei mengenai tato. Akibatnya 3.205 orang darisekitar 30.000 karyawan pemda tersebut, membuat petisi dan mengatakan Hashimoto melanggar hak asasi manusia.
Perang atas tato inilah yang merangsang bos Yakuza untuk juga meminta anakb uahnya menghapus tato mereka. Kalau tidak demikian dengan jelas anggota yakuza terlihat langsung, ketahuan langsung bahwa mereka anggota Yakuza di masyarakat.
Dengan hukum terbaru yang diaktifkan mulai Oktober 2011, semua keterlibatan kepada Yakuza harus dijauhi, sehingga apabila ketahuan seseorang itu adalah anggota Yakuza, maka pihak toko atau pedagang lain berhak menolak langsung jual beli atau keterkaitan dengan anggota yakuza tersebut, yang akibatnya akan menyulitkan gerak anggota Yakuza itu sendiri.
Citra yang buruk terhadap tato memang terjadi nyata di masyareakat Jepang. Misalnya seorang wanita Jepang yang bertato, sempat disuruh keluar oleh pemilik salon kecantikan karena saat di toilet tangan wanita kelihatan bertato sehingga langsung disangka anggota Yakuza. Akibatnya sang wanita langsung diminta keluar segera.
Tom Stringer ( 25) seorang guru bahasa Inggris dari Inggris di Osaka, ditolak masuk ke sebuah gym bernama Costa, karena memiliki tato dengan diameter 8cm di dagunya.
Di Fukuoka pun kini sedang "perang" anti-Yakuza sehingga banyak toko menempelkan selebaran yang berisi menolak masuk Yakuza masuk ke dalam toko mereka.
Tato atau irezumi, khususnya bagi kelompok yakuza memiliki tanda atau corak, termasuk penggunaan warna desain tersendiri. Melihat irezumi tersebut seorang anggota Yakuza dapat langsung mengenal atau mengetahui dari kelompok mana dia sebenarnya.
Desakan untuk menjauhkan anggota Yakuza semakin kuat di masyarakat Jepang akhir-akhir ini. Satu tanda yang memudahkan masyarakat melihat seseorang itu yakuza atau tidak dengan melihat tato yang ada. Itulah sebabnya banyak anggota yakuza yang kini malah menghapus tatonya.
Akibat larangan Hashimoto tersebut, klinik bedah plastik di Osaka kini menerima customer 25 persen lebih banyak dari biasa, untuk membuang tato pada tubuh warga Jepang yang ada di sana.
Meskipun banyak nada negatif terhadap tato termasuk teriakan anti-hak asasi manusia, seorang polisi Jepang sempat mengomentari bahwa tato bukanlah berarti dia anggota Yakuza saat ini, "Justru dengan larangan bertato malahan tak bisa menyatukan manusia yang ada di dalam Jepang. Jadi kalau muncul larangan resmi ber-tato, mungkin perlu ditinjau kembali aturan tersebut."
Koran Asahi Shinbun pun pernah melakukan penelitian kepada 245 tempat pemandian umum tahun 2011. Hasilnya, 75 persen pemilik tempat pemandian umumnya tetap memperbolehkan customernya bertato. Bahkan 19 persen takut kehilangan customer bila larangan tatoo diterapkan. Tetapi 17 persen mengatakan perlu larangan orang bertato supaya tidak timbul masalah di dalam tempat pemandian umum itu. Lalu 24 persen mengatakan sebaiknya kalau mau melarang tato dengan bicara baik-baik saja jangan tertulis.
Macam-macam memang tanggapan masyarakat Jepang mengenai tato. Namun daerah Osaka khususnya kini menjadi ajang "perang" tato bagi setiap penghuninya, apalagi pegawai negeri Pemda Osaka yang sudah dilarang bertato dengan segala risikonya, pasti muncul tentangan kuat dari beberapa karyawan di sana dengan dalih pelanggaran hak asasi manusia.
INTERNASIONAL POPULER