Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tiga Mitsubishi Dimerger oleh Yakuza

Penelusuran mengenai keterlibatan Yakuza - mafia Jepang - ke berbagai perusahaan Jepang sangat menarik

Editor: Widiyabuana Slay
zoom-in Tiga Mitsubishi Dimerger oleh Yakuza
Wikipedia
Kapal selam Jepang kelas Oyahio di galangan kapal Kobe milik Mitsubishi Heavy Industries. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang

TRIBUNNEWS.COM - Penelusuran mengenai keterlibatan Yakuza - mafia Jepang - ke berbagai perusahaan Jepang sangat menarik. Ada yang memiliki saham Japan Airlines, namun lebih menarik lagi ternyata Yakuza pun membantu merger tiga berusahaan besar Jepang, perusahaan Mitsubishi menjadi Mitsubishi Heavy Industries Ltd. (MHI), tahun 1964.

Tiga perusahaan tersebut yaitu Mitsubishi Shipbuilding & Engineering Co.Ltd., Shin Mitsubishi Heavy Industries Ltd., Mitsubishi Nippon Heavy Inudtries Ltd. yang kemudian merger jadi satu menjadi Mitsubishi Heavy Industries Ltd. pada tahun 1964 berkat prestasi Yakuza. Demikian diungkapkan David E Kaplan dalam bukunya Japan's Criminal Underworld yang dikutip Tribunnews.com, Senin(23/4/2013).

Perusahaan raksasa MHI tersebut saat ini memiliki sales (penjualan) konsolidasi 2,82 triliun yen per 31 Maret 2012 dan net profit 24,54 miliar yen serta Total Asset 3,96 triliun yen.

Bermula dari bos Sokaiya yang notabene adalah Yakuza serta digrebeg polisi tahun 1973, bernama Eiji Shimazaki.

Shimazaki menyamar sebagai konsultan resmi Institut Riset Ekonomi mengumpulan berbagai informasi perusahaan dibantu detektif swasta mengelola arsip para eksekutif terkemuka dengan nama dan alamat, termasuk para simpanannya.

Lalu menjadi Presiden Institut Riset Ekonomi Shimazaki di Tokyo dan Osaka dengan jumlah staf bahkan sampai 60 orang dengan anggaran tahunan sekitar 600 juta yen untuk riset, analisa keuangan perusahaan dan penerbitan majalah.

Berita Rekomendasi

"Saya mampu membuat dan menghancurkan merger perusahaan," tekannya, "Apalagi mengubah susunan dewan direksinya."

Di antara sekian banyak prestasinya adalah merger tiga perusahaan besar Mitsubishi menjadi Mitsubishi Jukokyo (MHI). Sebagai mantan guru, Shimazaki memiliki motto "Jadilah kuat, adil dan periang."

Saat kantornya di gerebegk polisi 1973 ditemukan 15 kardus dokumen sangat penting, termasuk berkas pinjaman tanpa jaminan selama tiga tahun yang bernilai hampir tiga juta dolar dari 63 bank di Jepang, termasuk bank-bank ternama Jepang. Shimazaki menanamkan pengaruhnya terhadap para pemberi pinjaman melalui ancaman akan mengganggu rapat umum pemegang saham (RUPS).

Kelakuan Sokaiya tersebut memang diikuti banyak Sokaiya lain yang jumlahnya sekitar 6.700 orang di Jepang pada tahun 1981. Sokaiya adalah spesialis finansial Yakuza yang selalu mengganggu jalannya RUPS atau perusahaan Jepang melalui seribu satu cara.

Tingkatannya pun beraneka ragam dari yang paling top dan pintar, kelas atas,  seperti Shimazaki tersebut, sampai kelas bartender (biasa disebut bartender sokaiya) atau bahkan ada juga banzai sokaiya.

Bartender Sokaiya adalah mantan bartender, bekerja di bar-bar, lalu mendengar, menguping pembicaraan para eksekutif, dapat bocoran informasi tersebut, dia memeras perusahaan yang bersangkutan.

Banzai Sokaiya adalah Yakuza yang paling rendah, paling juga punya satu lembar saham sebuah perusahaan Jepang, lalu di dalam kantor perusahaan itu dia berteriak-teriak sambil tertawa riang/cerita, mengucapkan "Banzai!" melampiaskan kesenangannya dengan alasan memiliki saham perusahaan tersebut. Dilakukan terus menerus tanpa henti.

Akibatnya karyawan perusahaan terganggu tak bisa kerja. Supaya tidak ribut demikian, seorang eksekutif biasanya memberikan beberapa ribu yen saja kepadanya supaya ke luar dari perusahaan itu tidak ribut lagi. Itulah Sokaiya terendah.

Keberadaan Sokaiya ini dilarang saat ini. Tetapi kenyataan masih ada dalam bentuk lain yang berusaha memeras perusahaan Jepang. Hal itu bisa terjadi karena perusahaan Jepang sesuai dengan budayanya pula, banyak menjadi perusahaan tertutup, kurang pengawasan dari pemerintah serta tidak adanya akuntabilitas secara umum.

Tetsuo Tsukimura, Kepala Ekonom kantor Tokyo Smith Barney International mengatakan, "Akuntabilitas, sebagaimana dipahami manajemen Barat, masih belum ada sama sekali dalam perusahaan dan birokrasi Jepang."

Info yakuza lengkap bacalah www.yakuza.in

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas