Penipuan Transfer uang via Ponsel, Bisnis Yakuza yang Kian Merajalela
Itulah furikomi sagi atau penipuan transfer uang, pura-pura dari anggota keluarga, telpon ke keluarga
Editor: Yudie Thirzano
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.CM, TOKYO - Kelompok mafia Jepang - Yakuza - memang semakin ditekan secara hukum dengan UU Anti Yakuza yang direalisasikan Oktober 2011. Gerakan mereka pun semakin dipersempit.
Tetapi ternyata salah satu bidang usaha, yakni penipuan diduga kuat bakal merajalela karena semakin sulit dijangkau. Ini akibat pengendalian dari China, alias pindah markas besar (jaringan usaha penipuan Yakuza) bukan hanya di Jepang tetapi juga dikendalikan dari China.
Itulah furikomi sagi atau penipuan transfer uang, pura-pura dari anggota keluarga, telpon ke keluarga, nenek atau kakeknya, butuh uang darurat, lalu nenek atau kakeknya karena percaya mentransfer uang tersebut segera.
"Jadi targetnya memang orang tua dan terutama berada di daerah-daerah atau di desa-desa, karena mereka orang yang jujur, lurus dan percaya apa kata orang, sama sekali tak berpikiran curiga atau tak berpikiran bakal dijahati seseorang. Sangat lugu. Ini kenyataan yang ada di desa-desa di Jepang," papar Kenji Ogata wartawan Asahi khusus kepada Tribunnews.com baru-baru ini. Ogata adalah wartawan yang spesialisasinya menangani berita Yakuza.
Ogata sangat yakin Yakuza akan semakin kuat di bidang penipuan tersebut dan korban akan semakin banyak serta jumlah kerugian akan semakin besar di masa depan. Saat ini per tahun kerugian akibat furikomi sagi tersebut mencapai sekitar 50 miliar yen atau sekitar Rp6 triliun (1 yen Jepang kini sekitar Rp120).
"Sampai dengan November 2013 saja sudah mencapai 42,5 miliar yen, dan jumlah tersebut akan terus semakin besar nantinya. Sulit untuk dibendung meskipun ada usaha polisi untuk mengantisipasi semua hal itu," tekannya lagi.
Pihak kepolisian Jepang memang memiliki programn rehabilitisi para anggota Yakuza yang telah keluar dari penjara.
Biasanya seseorang keluar dari penjara memang sulit bekerja, cacat namanya di masyarakat. Maka polisi mencoba kerjasama dengan pihak swasta untuk menempatkan para mantan residivis tersebut ke perusahaan. Bahkan kalau perusahaan mempekerjakan mereka, ada peraturan di Jepang, pajak perusahaan tersebut dapat dikurangkan karena berpartisipasi dan ikut program pemerintah dengan baik.
Menurut kepolisian Jepang saat ini ribuan anggota Yakuza telah meninggalkan organisasinya tersebut sejak pencatatan dimulai tahun 1994.
Tetapi jumlah perusahaan yang mempekerjakan mantan residivis tersebut semakin menurun dari 5.570 perusahaan di tahun 1995 tahun lalu hanya 2.224 yang masih mempekerjakan mantan yakuza.
Sementara ada kelompok pendukung sukarela yang ingin membantu para mantan Yakuza, telah menempatkan 5 orang mantan tahanan bisa bekerja kembali tahun lalu.
Tahun lalu sebanyak 1.254 anggota yakuza yang dipenjara antara 2009 - 2011, telah meninggalkan kelompok Yakuza. Tetapi 222 orang akhirnya kembali ke kelompok Yakuza nya karena tak dapat pekerjaan di tengah masyarakat.
Polisi Jepang juga berusaha membentuk Pusat Perlawanan Gangster (boryokudan tsuiho) dengan maksud untuk memasyarakatkan kembali dengan baik para mantan residivis tersebut, agar bisa kembali dengan baik ke tengah masyarakat. Tapi upaya tersebut dikritik banyak anggota masyarakat yang mengatakan, "Mengapa harus bantu mereka, selama ini mereka hidup tidak legal, tidak sesuai hukum bukan?"
Memang tidak mudah untuk memperbaiki orang yang telah cacat namanya, habis masuk penjara, begitu ke luar tidak akan mudah diterima di masyarakat.
Tapi upaya rehabilitasi pemerintah Jepang dengan memberikan insentif pajak bagi perusahaan yang mau menerima para mantan residivis tersebut patut diacungi jempol memang.
Informasi Yakuza lengkap silakan akses www.yakuza.in