Kisah Jemaah Haji Non Kuota, Bayar Rp 80 Juta Tapi Tinggal di Penampungan
Mereka hanya menggunakan ID Card yang dikalungkan dengan bertuliskan nama salah satu travel.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered dari Arab Saudi
TRIBUNNEWS.COM, MEKKAH - Keberadaan jemaah haji Indonesia non kuota masih menjadi masalah tersendiri. Pasalnya, banyak diantara mereka ditelantarkan di Tanah Suci oleh travel yang memberangkatkan. Maklum saja, jemaah dari jalur ini tidak terdaftar di Kementerian Agama RI maupun Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).
Teranyar diketahui Jumat (19/9/2014) malam. Sepasang suami istri (tidak bersedia ditulis namanya--red) yang merupakan jemaah haji Indonesia tampak kebingungan ketika ditemukan di perempatan lampu merah yang berjarak sekitar 500 meter dari Masjidil Haram.
Mereka hanya menggunakan ID Card yang dikalungkan dengan bertuliskan nama salah satu travel. Sementara gelang yang biasa dikenakan oleh jemaah haji Indonesia tak ada sama sekali.
Saat ditanya petugas mereka tinggal di hotel apa, mereka menjelaskan bahwa tempat tinggalnya di sekitar Masjidil Haram. Namun dia tidak bisa menjelaskan nama daerahnya dan mengaku bahwa tempat tinggalnya seperti rumah penampungan.
Karena belum jelas, kedua jemaah haji Indonesia yang berasal dari Jawa Timur langsung dibawa ke kantor Daerah Kerja (Daker) Mekkah.
Ternyata sepasang suami istri ini termasuk jemaah haji non kuota. Ironisnya, mereka tidak tahu bahwa mereka termasuk jemaah haji non kuota yang tidak terdata oleh pemerintah RI.
"Saya kebetulan ditawari oleh Pak Kyai untuk menunaikan ibadah haji dan bisa berangkat tahun ini dengan membayar Rp 80 juta per orang. Waktu itu kami membayar Rp 160 juta untuk berdua, yang membiayai anak-anak," ungkap ayah dari delapan anak ini. Sedangkan jemaah reguler "hanya" membayar Rp 35 juta dan mendapatkan pelayanan yang relatif baik.
Hanya dalam waktu tiga bulan pengurusan visa langsung keluar dan setelah enam bulan kemudian, kedua pasang suami istri tersebut dipastikan bisa berangkat menunaikan ibadah haji.
Suami istri ini berangkat dari Bandara Juanda Kamis (18/9/2014) dengan anggota rombongan hanya 18 orang. Di rombongan itu tak ada pembimbing haji sama sekali, apalagi petugas kesehatan.
Dari Juanda pesawat terbang ke Singapura. Kemudian dari Singapura mereka lanjut ke Abu Dhabi. Setelah itu terbang ke Jeddah. Setelah mendarat, mereka tidak dilayani di terminal haji, justru di terminal internasional. Setelah itu mereka dijemput oleh bus kecil yang menuju rumah yang mereka sebut seorang Kyai.
Sesampainya di rumah orang yang disebutnya Kyai yang ada di Mekkah, sepasang suami istri ini bersama rombongannya dijemput dan dibawa ke penginapannya.
"Penginapannya lebih bagus daripada rumah saya dan seperti rumah penampungan," ungkap jemaah haji ini.
Tim dari Seksi Perlindungan Daker dan beberapa kru Media Center Haji (MCH) Daker Mekkah akhirnya ikut mengantarkan kedua pasangan suami istri ini untuk mencari dan mengetahui seperti apa tempat penginapan mereka.
Jumat (19/9/2014) malam sekitar pukul 23.00 Waktu Arab Saudi (WAS), mulai dilakukan pencarian tempat penampungan mereka. Sabtu (20/9/2014) sekitar pukul 01.30 WAS, akhirnya ditemukan lah penginapan mereka.
Ternyata penginapan mereka posisinya masuk ke dalam gang di sekitar Makam Ma'la dan dekat Masjid Jin. Saat mau masuk ke dalam penginapan tampak dari luar hanya sebuah pintu besi.
Untuk menuju ke kamar, melewati lorong kecil bertangga yang berbau tidak sedap. Kamarnya tampak tak layak sama sekali, hanya ditutup kain gorden dan satu kamar berupa los yang berisi delapan tempat tidur yang saling berdempetan. Kamar tak ber-AC, melainkan hanya ada kipas angin, Kasurnya tipis, dan kamar mandi hanya satu yang berada di luar kamar.