Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hilang Tahun 1977, Barang Bersejarah Indonesia Ini Tahu-tahu Mejeng di Galeri Australia

Sebuah patung perunggu langka dari Larantuka, Flores, hilang secara misterius pada tahun 1977. Kini, tahu-tahu mejeng di Galeri Australia.

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Hilang Tahun 1977, Barang Bersejarah Indonesia Ini Tahu-tahu Mejeng di Galeri Australia
Masyarakat Advokasi Warisan Budaya
Sebuah patung perunggu langka dari Larantuka, Flores, hilang secara misterius pada tahun 1977 

TRIBUNNEWS.COM - Sebuah patung perunggu langka dari Larantuka, Flores, hilang secara misterius pada tahun 1977. Kini, berdasarkan laporan harian The Australian, Jumat (19/9/2014), patung itu berada di Galeri Nasional Australia.

Patung yang hilang merupakan figur seorang perempuan yang menentun sambil menyusui bayinya. Sebelum hilang, seorang fotografer mengabadikan patung tersebut dalam genggaman wanita Flores.

Hingga kemudian, diperkirakan pada tahun 1977, patung itu hilang secara misterius. Entah bagaimana caranya, benda antik itu lalu diketahui berada di tangan seorang kolektor asal Swiss.

Tahun 1996, foto patung perunggu langka bersama seorang wanita Flores itu dipublikasikan dalam buku "Fragile Traditions, Indonesian Art in Jeopardy" karangan Michael Taylor, kini Direktur Program Sejarah Kebudayaan Asia di Smithsonian.

Dalam bukunya, Taylor tidak menyebutkan bahwa benda antik itu diambil secara ilegal dari Indonesia. Namun, ia menyatakan, fakta bahwa benda itu bernilai tinggi seharusnya membuat siapa pun berhati-hati akan adanya tarnsaksi penjualan di baliknya.

Biasanya, buku antropologi dan survei arkeologi dijadikan petunjuk bagi individu atau institusi guna mencari barang antik. Tak jelas apakah Galeri Nasional Australia melakukan hal itu, namun tahun 2006, patung perunggu Larantuka mulai jadi koleksi museum tersebut.

Patung perunggu itu dibeli Galeri Nasional Australia dengan harga 4 juta dollar AS. Harga itu diduga empat kali lipat lebih mahal dari harga yang dibayar oleh kolektor asal Swiss yang membeli sebelumnya.

BERITA REKOMENDASI

The Australian telah menanyakan kepada pihak galeri apakah sudah melakukan penelitian tentang asal-usul benda antik serta kepemilikannya. Namun, pihak galeri belum memberikan respon.

Pembelian patung perunggu asal Larantuka pada tahun 2006 disaksikan secara langsung oleh direktur galeri Ron Radford dan kurator seni Asia, Robyn Maxwel, yang pensiun akhir bulan lalu.

Ada 31 eksemplar buku Fragile Traditions yang tersebar di seluruh galaeri Australia, termasuk satu ekspemplar di Galeri Nasional Australia. Seharusnya, Radford dan Maxwel mengetahui buku dan patung tersebut.

Bukan sekali ini saja benda antik milik negara lain berada di Galeri Nasional Australia. Sebelumnya, patung Dewa Shiwa menari yang berasal dari India juga berdiam di museum tersebut.

Patung itu dibeli dari seorang kolektor bernama Subhash Kapoor dengan harga 5,6 juta dollar. Galeri Nasional Australia sejak dipimpin Radford telah menghabiskan dana 11 juta dollar AS untuk membeli benda antik dari Kapoor.


Diketahui milik India, patung Dewa Shiwa itu kemudian diberikan oleh Tony Abbot kepada Perdana Menteri India Nahendra Modi secara cuma-cuma. Sementara, patung lain hingga kini masih dipamerkan.

Pakar benda cagar budaya dari University of Qeensland, Patrick O’Keefe, menilai bahwa Galeri Nasional Australia seharusnya melakukan cek kepada galeri seni dan pemerintah Indonesia sebelum memutuskan membelinya.  (Yunanto Wiji Utomo)

Tags:
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas