Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penyandera Sempat Memaksa Korban Menulis Status di Facebook

Penyandera memaksa salah satu sandera, yakni Marcia Mikhael, untuk mengunggah tuntutannya pada halaman Facebook Marcia.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Penyandera Sempat Memaksa Korban Menulis Status di Facebook
ABC
Foto status Facebook salah seorang sandera, Marcia Mikhael, ketika penyanderaan masih berlangsung. 

TRIBUNNEWS.COM, AUSTRALIA - Seorang pakar terorisme telah memperingatkan bahwa media sosial dapat mengganggu operasi keamanan di masa depan, seperti yang terjadi pada aksi penyanderaan di Martin Place, Sydney.

"Wajar jika kita penasaran untuk mencari tahu, tapi seseorang mengunggah status di Twitter dan mengatakan 'Saya baru saja melihat seorang pria dengan seragam SWOT memanjat tangga', pria bersenjata itu bisa membaca status tersebut dan merespon," terang Profesor Greg Barton.

Ia lantas mengutarakan, "Kita harus berhati-hati. Mungkin dalam hal ini, tak ada konsekuensinya, tetapi akan ada kasus lain di masa depan."

Pada puncak penyanderaan, Wakil Komisaris Polisi New South Wales, Catherine Burn, menegaskan bahwa media sosial telah menghambat kemampuan mereka untuk mengontrol informasi.

"Kami sedang memantau apa yang terjadi di Facebook secara jelas. Kami sedang memantau apa yang terjadi di Twitter dan itu berpengaruh terhadap respon taktis kami dalam menangani hal tersebut," jelasnya.

Tapi bukan hanya media dan masyarakat umum yang haus akan informasi, yang menggunakan media sosial.

"Dalam terorisme modern, kita lihat adanya fokus yang meningkat untuk mendapatkan publisitas dan media modern, khususnya media sosial," kata Profesor Barton.

Berita Rekomendasi

Ia menyambung, "Kelompok ISIS, variasi terbaru dari Al Qaeda, sangat tertarik dengan media dan publisitas dan sangat, sangat mahir untuk mendapatkannya.”

"Dan bahkan ketika mereka telah menginspirasi beberapa karakter yang agak menyedihkan untuk melakukan sesuatu yang tidak terlalu profesional, apa yang mereka capai adalah mendapatkan perhatian seluruh dunia selama 24-jam," tambahnya.

Penyandera di Kafe Lindt, Man Haron Monis, juga menggunakan media sosial untuk mencoba dan memanipulasi keadaan demi kepentingannya sendiri, ia memaksa salah satu sandera, yakni Marcia Mikhael, untuk mengunggah tuntutannya pada halaman Facebook Marcia.

Begini bunyinya:

Teman-teman dan keluarga tersayang,

Aku berada di Kafe Lindt di Martin Place, sedang disandera oleh anggota ISIS. Orang yang menyandera kami telah melayangkan permintaan kecil dan sederhana tapi belum ada yang dipenuhi.

Ia sekarang mengancam untuk mulai membunuh kami.

Kami butuh bantuan sekarang. Pria itu ingin dunia tahu bahwa Australia sedang diserang oleh kelompok ISIS.

Unggahan status itu masuk pada pukul 17:29 waktu Australia, hampir tujuh jam setelah penyanderaan berlangsung, dan unggahan itu terus berlanjut hingga malam hari.

Akhirnya, keponakan Marcia memohon pada orang-orang untuk berhenti meneruskan unggahan bibinya, memperingatkan mereka bahwa tindakan itu bisa menempatkan kehidupan para sandera dalam resiko.

"Anda benar-benar tidak bisa menutup arus informasi. Kenyataan itu mungkin telah merusak respon profesional dari media,” terang Profesor Barton.

Di antara semua itu, sebuah pesan yang berisikan harapan juga muncul di Twitter – unggahan pesan dengan tanda pagar #illridewithyou, yakni warga Australia yang mengunggah status di Twitter untuk memberi dukungan dan persahabatan bagi warga Muslim yang bepergian dengan transportasi umum.

Lebih dari 300.000 orang secara sukarela telah mengunggah status dengan pesan itu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas