Di Afrika Tengah, Granat Lebih Murah dari Coca Cola
Pasukan Eufor ini dikerahkan pada April tahun lalu untuk melindungi penduduk kota Bangui yang dikecamuk perang saudara.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BANGUI - Di negeri yang dikoyak perang seperti Republik Afrika Tengah (RAT), harga-harga kebutuhan pokok bisa jadi sangat mahal, namun harga senjata bisa sangat murah.
Itulah yang mengganggu pikiran Kapten Victor (29), yang memimpin patroli pasukan khusus Spanyol di ibu kota Republik Afrika Tengah (RAT), Bangui, sebab harga granat tangan buatan China di negeri itu yang jauh lebih murah dari sekaleng Coca Cola.
"Penduduk lokal menggunakan granat karena benda itu sangat murah, di sini granat lebih murah dibanding sekaleng Coca Cola," kata Kapten Victor sambil membetulkan letak topi bajanya.
Victor, yang enggan menyebutkan nama belakangnya, juga pernah bertugas di kawasan perang lain yaitu di Afganistan. Di Bangui dia secara rutin memimpin 13 prajurit pasukan khusus Spanyol yang menjadi bagian Pasukan Gabungan Eropa (EUFOR) berkekuatan 750 personel.
Pasukan Eufor ini dikerahkan pada April tahun lalu untuk melindungi penduduk kota Bangui yang dikecamuk perang saudara.
Perang saudara pecah di RAT setelah aliansi pemberontak anti-pemerintah yang mayoritas anggotanya adalah milisi Muslim yang dikenal dengan nama Seleka menggulingkan Presiden Francois Bozize dari kubu Kristen pada Maret 2013.
Pemberontakan itu kemudian disusul dengan serentetan pembunuhan yang terutama menyasar penduduk sipil negeri miskin tersebut.
"Problem utama di sini adalah tindak kriminal yang tinggi. Kami tidak bisa mengatakan mereka adalah sebuah organisasi besar. Mereka hanya kelompok penjahat kecil yang pekerjaannya mencuri," ujar Victor.
Pasukan Spanyol secara rutin melakukan patroli di kawasan yang membatasi dua permukiman yang saling bermusuhan. Di sebelah barat adalah komunitas anti-balaka, sementara di sisi timur Seleka berkuasa.
Menurut Victor kedua wilayah itu kerap terlibat kekerasan dan saling bunuh. Dalam bentrokan tak jarang mereka menggunakan senjata api dan granat-granat super murah itu.
Salah seorang anggota pasukan khusus Spanyol, Letnan Sergio mengatakan di Timur Tengah biasanya yang menjadi ancaman adalah bom-bom rakitan yang ditaruh di pinggir jalan. Sedangkan di Bangui "musuh utama" tentara asing adalah granat tangan.
"Banyak granat buatan China yang bisa didapatkan warga dengan mudah dan murah. Anda bisa menyuruh seorang bocah kecil membeli granat ke pasar. Dan dalam beberapa jam dia akan membawakan granat itu untuk Anda," kata Sergio.
"Apalagi di saat mabuk orang menjadi pemberani. Harga bir juga murah. Bir dan granat sebuah kombinasi mematikan," tambah Sergio.
Di Bangui, seorang anggota milisi anti-Balaka mengatakan dia bisa mendapatkan sebuah granat tangan buatan China hanya dengan harga 1 dolar AS atau sekitar Rp 12.500 saja.
Dia mengatakan membeli granat sebagai sarana membela diri. Sebagai tindakan pengamanan, dia mengikat pin granat itu menggunakan plester.
Senjata dan amunisi buatan China, Sudan dan beberapa negara Eropa membanjiri RAT. Beberapa diperoleh dari angkatan darat Nepal. Demikian direktur operasi EUFOR, Jonah Leff.
"Sejauh ini tidak jelas mengapa granat begitu mudah diperoleh dan bagaimana benda berbahaya itu bisa masuk ke RAT. Granat terkadang dijual lebih murah dibanding peluru senapan serbu AK-47," kata Jonah.
"Harga yang murah itu kemungkinan disebabkan granat-granat itu merupakan sumbangan atau hasil penjarahan dan bukan hasil dari pasokan resmi," tambah Jonah. [Sumber: Bloomberg].