Kisah Juru Tembak Terpidana Mati di Indonesia
"Saya memperlakukan mereka seperti anggota keluarga saya sendiri. Saya hanya mengatakan, 'Maaf, saya hanya melakukan pekerjaan,'"
Penulis: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, INDONESIA - Di tengah perhatian dunia internasional yang menolak keras eksekusi mati sebelas terpidana narkoba, termasuk duo Bali Nine Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, seorang warga negara Brasil, dan Nigeria, Pemerintah Indonesia tak bakal mundur.
Di balik proses eksekusi mati itu, realita lain dihadirkan regu tembak selaku eksekutor di lapangan. Seorang anggota Brimob yang pernah menjadi anggota regu tembak mengungkapkan pengalamannya kepada The Guardian, Jumat (6/3/2015).
Petugas yang enggan disebutkan namanya ini mengaku mudah untuk menarik pelatuk. Tapi hal terburuk yang dialami eksekutor ketika berhubungan dengan seseorang yang akan mati, mengikat badan, tangan dan kaki tahanan di tiang eksekusi menggunakan tali. Inilah momen terburuk yang bisa menghantui.
"Beban yang lebih berat harus ditanggung para petugas yang bertanggung jawab menangani para tahanan, ketimbang para eksekutor yang melepaskan tembakan," katanya. "Karena petugas-petugas itu terlibat menjemput, mengikat tangan tahanan bersamaan, sampai mereka meninggal."
Personel Brimob yang menjadi regu tembak eksekusi mati tidak selamanya bertugas sebagai eksekutor. Petugas tersebut menggambarkan momen paling suram dalam "pekerjaannya," sebagai orang terakhir yang menyentuh tahanan beberapa saat sebelum mereka "direnggut nyawanya."
Satu tim ditugaskan untuk mengawal dan membelenggu para tahanan, tim kedua adalah regu tembak. Petugas Brimob yang memberikan pengakuannya kepada The Guardian masuk ke dalam kedua tim tersebut.
"Kami melihat orang cukup dekat, sejak mereka masih hidup dan berbicara, sampai mereka mati. Kami mengetahui itu secara jelas," ungkap petugas tadi.
Sebanyak lima petugas Brimob ditugaskan untuk satu tahanan. Tugas mereka mengawal tahanan keluar dari sel isolasi di tengah malam dan menemani mereka ke tanah kosong.
"Para tahanan dapat memutuskan apakah mereka ingin menutupi wajahnya," sebelum diikat. Ini untuk memastikan badan mereka tidak bergerak. Beberapa saat sebelumnya, para tahanan bisa mendapatkan nasihat agama.
Ketika mengikat tangan tahanan, para petugas tidak boleh berbicara. Tahanan bisa memilih posisi berlutut atau berdiri sebelum dieksekusi. Tapi, selama proses itu berlangsung, petugas memperlakukan mereka secara baik.
"Saya tidak berbicara dengan para tahanan. Saya memperlakukan mereka seperti anggota keluarga saya sendiri. Saya hanya mengatakan, 'Maaf, saya hanya melakukan pekerjaan,'" cerita petugas tadi.
Di malam gelap, hanya nyala obor sebagai penerang di lokasi eksekusi mati. Sebanyak 12 petugas Brimob dikerahkan sebagai regu tembak. Mereka dipersenjatai M16. Ketika perintah keluar, mereka mulai menembak tahanan dari jarak 10 meter. Anggota regu tak tahu siapa di antara mereka yang benar-benar memiliki peluru sampai mematikan tahanan.
Petugas regu tembak dipilih berdasarkan kemampuan menembak, kebugaran mental dan fisik. "Kami hanya datang, mengambil senjata, menembak, dan menunggu sampai tahanan mati. Setelah senjata meletus, kita menunggu 10 menit. Jika dokter mengucapkan dia sudah mati maka kita kembali pulang. Itu saja."
Sebelum eksekusi, senjata untuk petugas pun sudah disiapkan. Eksekusi mati tak memakan waktu lebih dari lima menit atau lebih. Setelah itu seorang dokter memastikan para tahanan sudah mati. Jika belum, seorang petugas diperintahkan menembak kepala tahanan dari jarak dekat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.