Rumah Sakit di Kathmandu Kewalahan Tangani Korban Gempa
Tim-tim penyelamatan meningkatkan upaya pertolongan terhadap para korban gempa di Nepal, Minggu (26/4/2015).
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, NEPAL - Tim-tim penyelamatan meningkatkan upaya pertolongan terhadap para korban gempa di Nepal, Minggu (26/4/2015).
Namun upaya itu terkendala jalur yang terputus, matinya aliran listrik, dan rumah sakit yang tidak bisa lagi menampung korban.
Jumlah korban tewas akibat gempa berkekuatan 7,9 Skala Richter itu kini sudah melampaui angka 2.300 di Nepal, India, dan China.
Menurut juru bicara Kementerian Dalam Negeri Nepal Laxmi Prasad Dhakal, jumlah korban tewas tercatat 2.263 orang, semetara 5.838 orang terluka.
Di India tercatat 60 orang tewas, sementara media China melaporkan 17 warga wilayah Tibet
Tim-tim penyelamat dari berbagai negara pun berupaya keras untuk menemukan warga yang masih hidup di balik reruntuhan bangunan, baik di ibukota Kathmandu maupun kota-kota di sekitarnya.
"Tragisnya, justru semakin banyak mayat yang diangkat dari reruntuhan gedung setiap jam. Komunikasi terputus di berbagai wilayah. Kerusakan yang luas, reruntuhan bangunan, dan tanah longsor menghalangi akses untuk mengirim bantuan ke banyak desa," demikian pernyataan Palang Merah Australia.
Menurut Mike Bruce dari lembaga bantuan Plan International, banyak wilayah, baik di pedesaan maupun kota, dilanda tanah longsor dan jalan-jalan pun terputus.
Meskipun jaringan telepon seluler sudah bisa beroperasi kembali pada Minggu siang, daya jangkuannya masih sporadis.
"Warga tidur dan memasak di jalan-jalan. Di sini kita bicara tentang area yang sangat-sangat miskin di Nepal, area yang sangat menderita," ujar Bruce.
Beberapa lembaga bantuan menyatakan ketakutan mereka bahwa stok bahan-bahan pokok habis secara cepat.
"Kami menyaksikan kehancuran yang mengerikan, rumah sakit merawat pasien di halaman, rumah dan gedung-gedung hancur, dan beberapa jalan terbelah," kata Eleanor Trinchera, koordinator Caritas Australia yang bertugas di Nepal.
Kondisi saat ini semakin kompleks karena aliran listrik mati dan sulitnya air. Menurut lembaga-lembaga bantuan asing, obat-obatan dan peralatan medis pun menipis.
Menurut Oxfam, lembaga bantuan dari Australia, kamar mayat di berbagai tempat tidak bisa lagi menampung jenazah.
"Sistem komunikasi terhambat dan rumah sakit sudah melampaui kapasitas serta kehabisan ruangan untuk menampung jenazah," kata Helen Szoke, pimpinan Oxfam.
Sementara itu penduduk yang selamat memilih tidur di ruang terbuka dalam terpaan hawa dingin.