Kemenlu RI Tangani 21 ABK WNI yang Hilang Kontak di Perairan Falkland
Angkatan Laut Argentina masih menyalakan radar untuk memantau perairan Falkland.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah sedang konsentrasi membela hak-hak warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Contohnya, melalui Kementerian Luar Negeri, pemerintah ingin agar agensi-agensi tenaga kerja Indonesia terkait, dapat memberi ganti rugi kepada keluarga WNI yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal ikan milik Taiwan.
Perkara dimaksud yakni soal 21 WNI ABK yang bekerja di kapal Hsiang Fu Chun, hilang kontak di perairan Falkland. Nasib mereka belum bisa ditentukan lantaran pihak-pihak seperti Argentina dan Taiwan yang melakukan pencarian kapal belum menemukan hasil.
Dijelaskan Direktur Perlindungan WNI, Lalu Muhammad Iqbal, pihaknya akan terus mendorong para agensi dan elemen lain yang bertanggung jawab terhadap 21 WNI untuk memberi ganti rugi. Sementara bila mengikuti peraturan setempat, perlu sekitar tujuh tahun untuk mengeluarkan pernyataan bahwa kapal tersebut hilang.
"Nah, kami sudah berkoordinasi untuk mencari cara untuk bantuan kompensiasi dan financial bisa diberika pada keluarga korban tanpa harus menunggu 7 tahun, dan dalam waktu dekat kami akan mengirimkan tim lagi terkait status 21 ABK," kata Iqbal di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (4/6/2015).
Tidak disebutkan berapa kompensasi yang akan diterima oleh keluarga korban jika cara ini berhasil. Untuk pencarian, Argentina diakui Iqbal sudah menghentikan proses SAR. Terakhir pada April lalu otoritas setempat tidak menemukan tanda-tanda keberadaan kapal itu.
Meski demikian, Angkatan Laut Argentina masih menyalakan radar untuk memantau perairan Falkland.
"Sampai April ada pencarian ototiras Argentina tapi tidak ada evidence apapun untuk menyatakan hilang atau meninggal dunia," kata Iqbal.
Oleh karena itu, kedua negara baik Argentina dan Taiwan tidak ada satupun yang berani mengeluarkan pernyataan hilangnya kapal Hsiang Fu Chun. Pasalnya, jika pernyataan tersebut keluar namun di kemudian hari ternyata kapal tersebut ditemukan, ada konsekuensi hukum yang harus diterima pihak yang mengeluarkan pernyataan.
Menurut Iqbal, masalah WNI yang menjadi ABK di negara lain memang juga cukup mendominasi. Di Taiwan saja terdaftar ada 12.000 WNI yang bekerja sebagai anak buah kapal. Selain kasus keamanan bekerja, menurut data dari Kemenlu, mereka banyak menjadi korban trafficking.