Setelah Pulang Berhaji, Dayu Berniat Tetap Jadi Tukang Urut Keliling
“Biarin, meskipun sudah haji tidak gengsi saya," kata Dayu.
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Mohamad Yoenus

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, MEKKAH - Berangkat ke Tanah Suci merupakan panggilan Sang Maha Kuasa.
Tidak ada yang tahu kapan akan bisa beribadah di sekitar Baitullah.
Cerita Dayu Taryu, bisa menjadi contoh bahwa berhaji bukan hanya untuk orang-orang yang mempunyai harta berlebih saja.
Orang biasa dengan hidup berkecukupan pun bisa menginjakkan kaki di Tanah Suci hanya berbekal keyakinan dan keuletan.
Mengawali ceritanya, Dayu yang sedang bersiap untuk berangkat ke Masjidil Haram mengungkapkan, dirinya berprofesi sebagai tukan urut atau pijat di kampung halamannya.
Wanita asal Subang Jawa Barat ini mengaku setiap hari dirinya berkeliling kampung untuk menjajakan keahliannya sebagi tukang urut.
Pundi-pundi rupiah yang ia dapatkan dari jasa sebagai tukang urut ia kumpulkan.
Setiap hari rata-rata dirinya bisa melayani lima sampai tiga orang yang menggunakan jasa urutnya.
Dayu terkadang harus pulang larut malam. Rasa lelah, kata dia, seakan tidak pernah dirasakannya demi memenuhi niatnya berhaji dan membiayai kebutuhan cucunya.
“Rezeki yang didapat sedikit-sedikit saya kumpulkan, sebagaian untuk membiayai sekolah cucu saya,” ucap Dayu dengan nada sedikit gemetar.
Ia mengaku kedua anaknya sudah tiada, sehingga di usia senja dirinya masih harus membanting tulang mengais rezeki guna kehidupan dirinya dan dua orang cucunya.
Biasanya wanita yang akrab disapa emak tersebut dibayar Rp 10 ribu hingga Rp 50 ribu setiap sekali memijat.
Ia memang tidak mematok harga, akan menerima seikhlasnya berapapun jasanya dibayar.