Karya Seniman Indonesia Natasha Gabriella Tontey Tampil di Jepang
Suatu keberhasilan besar bagi seniman Indonesia bisa mendapatkan penghargaan ini. Menampilkan karya horor yang menarik bagi para juri Jepang.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Hal yang langka seorang seniman Indonesia berhasil masuk ke Jepang dan menginap tiga bulan serta dibiayai semua oleh pihak Jepang. Mungkin ini yang pertama kali terjadi.
Suatu keberhasilan besar bagi seniman Indonesia bisa mendapatkan penghargaan ini. Menampilkan karya horor yang menarik bagi para juri Jepang.
"Saya sebetulnya datang tanggal 10 Agustus 2015 dan pulang tanggal 6 November 2015. Masa residensi dan masa produksi karya pada Koganecho Bazaar dimulai dari bulan Agustus sampai September. Kemudian tanggal 1 Oktober 2015 pembukaan Koganecho Bazaar sampai 3 November 2015. Semua ditanggung oleh Koganecho Arts Management Center, baik akomodasi, tempat tinggal, biaya hidup selama di sini dan ongkos produksi karya," kata Natasha Gabriella Tontey (26) khusus kepada Tribunnews.com, Kamis (8/10/2015).
Lalu mengapa bisa dapat dana tersebut sampai terpilih bisa ke Jepang 3 bulan ini?
"Koganecho Arts Management Center sejak tahun 2008 mengadakan acara tahunan untuk seniman yaitu Koganecho Bazaar, setiap tahun dibuka pendaftaran untuk seniman-seniman untuk residensi dan membuat karya.
Koganecho Bazaar diadakan di Kota Yokohama, tepatnya di antara Stasiun Koganecho dan Hinodecho, di bangunan-bangunan di bawah rel kereta api Keikyu dan sekitarnya.
Pertama kali dilaksanakan sebagai program peremajaan kota karena bangunan-bangunan tersebut sebelumnya adalah tempat prostitusi yang sejak tahun 2005 ditutup oleh warga setempat dan polisi.
Pemerintah dan masyarakat setempat beranggapan bahwa seni bisa menjadi jalan alat penghubung, sekaligus menjadi suatu situs yang dapat memberikan dukungan terhadap seniman tempat untuk tinggal dan bekerja. Maka sejak 2008 Koganecho Bazaar pertama kali diadakan dan 2009 organisasi NPO Koganecho Arts Management Center diresmikan.
Sejak 2011 setiap tahunnya selalu ada seniman Indonesia yang datang dan residensi Koganecho Bazaar. Koganecho Bazaar memiliki kerja sama dengan institusi-institusi seni di berbagai macam negara, untuk Indonesia yaitu KUNCI Cultural Studies Center Yogyakarta.
Program residensi seniman banyak diberikan dimana-mana, termasuk di Indonesia khususnya di Yogyakarta banyak menerima seniman Indonesia dan seniman Internasional untuk tinggal beberapa saat dan membuat karya.
Natasha bukan pertama kali ke Jepang, tetapi pengalaman kali ini sebagai seniman merupakan pertama untuk residensi dan berpameran di Jepang.
"Koganecho Bazaar merupakan program yang sangat menantang dan bermanfaat bagi seniman, selain pengalaman yang kami dapat selama disini, kami berinteraksi dengan warga sekitar dengan karya-karya yang kami hasilkan dan kami juga mengadakan workshop singkat untuk warga sesuai dengan kebiasaan masing-masing seniman," kata Natasha.
Karya Natasha adalah Little Shop of Horrors.
"Pada proyek ini saya mencoba untuk merespon tema besar dari Koganecho Bazaar 2015 yaitu ‘Art Together with the Town’. Di sini saya mencoba untuk mengumpulkan ketakutan-ketakutan yang dihadapi atau dimiliki masyarakat setempat dan masyarakat Jepang pada umumnya. Kemudian dari data yang saya miliki saya gabungkan dengan cerita tradisional horor Jepang dan pengalaman keseharian saya selama residensi di Koganecho Bazaar, sehingga menjadi cerita baru," ujar Natasha.
"Kemudian dari cerita-cerita yang saya hasilkan saya presentasikan dalam karya saya yang berbentuk toko mainan. Semua mainan dapat dibeli namun orang tidak dapat melihat isinya melainkan cerita-ceritanya saja. Jadi saya menjual ketakutan-ketakutan itu dalam bentuk mainan," jelasnya.
Salah satu contohnya adalah kisah tentang Bakeneko Yujo, di mana Natasha berimajinasi tentang alat untuk mendeteksi apakah Yujo (PSK) yang ada di Koganecho adalah siluman kucing atau bukan.
Kemudian contoh lainnya adalah kisah tentang mainan tentara yang Natasha temukan di salah satu tempat sampah di Isezaki-cho, dimiliki oleh kakek tua veteran perang dunia kedua yang mengalami gangguan mental karena kehilangan teman-temannya pada masa perang.
Kakek ini mengoleksi banyak mainan tentara. Ia percaya bahwa roh teman-temannya hidup di mainan-mainan tersebut.
"Kemudian saya juga mengajak duo musisi dari Fukuoka Sonotanotanpenz (Hitomi Itamura dan Hitomi Moriwaki) untuk berkolaborasi pada performan yang saya lakukan. Pada performan ini kami menggunakan topeng yang saya buat, topeng yang diinspirasikan dari karakter monster Jepang, dan kami membuat pertunjukan singkat berdasarkan cerita-cerita yang saya buat dan Kagome-Kagome (permainan anak-anak tradisional Jepang) yang memiliki sejarah gelap dalam masyarakat Jepang," katanya.
Banyak orang merasa takut, namun tertarik untuk menonton pertunjukan Kagome-Kagome, banyak orang juga merasakan sensasi horor yang disajikan dengan tidak horor.
Pada Koganecho Bazaar tahun ini pesertanya dari Filipina, Vietnam, Thailand, Jerman-Norwegia, Tiongkok dan beberapa bagian dari Jepang, kali ini Tokyo, Yokohama, Fukuoka, Nagoya dan Sapporo.
Bagaimana setelah pulang kembali ke Indonesia?
"Mungkin inspirasi dan cerita, karena karya seni dibuat bukan untuk mengubah dunia atau memberikan solusi terhadap permasalahan masyarakat. Sebagai seniman, menurut saya fungsi seniman seperti orang menulis buku, seniman hanya memberikan alternatif cara berpikir yang dituangkan dalam karyanya, pikirannya ya pikirannya sendiri," tambahnya lagi.
Natasha Gabriella Tontey kelahiran tahun 1989, adalah lulusan Desain Komunikasi Visual Universitas Pelita Harapan tahun 2011.
Pada tahun 2014 mengikuti program residensi di Ruang MES 56 Yogyakarta, setelah program itu selesai memutuskan untuk tinggal dan bekerja di Yogyakarta sebagai seniman dan desainer grafis.
Pameran terakhir yang diikuti sebelum Koganecho Bazaar antara lain Liminal di Rumah Seni Cemeti (Yogyakarta) pada bulan Juni 2015, Router Art Project di Rumah Seni Cemeti (Yogyakarta) pada Desember 2015, Youth of Today di MES 56 (Yogyakarta) Juni 2014, Body Festival di Ruangrupa (Jakarta) 2013, dan EXI(S)T di Dia.Lo.Gue Artspace (Jakarta) 2012.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.