2 Pria Dilarang Masuk Pesawat Gara-gara Bicara Bahasa Arab
Maher Khalil dan Anas Ayyad, dilarang naik oleh penjaga terminal di Bandara Midway, Chicago.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Hanya karena berbicara dalam bahasa Arab, dua orang pria dilarang naik dalam sebuah penerbangan dari Chicago menuju Philadephia.
Insiden yang terjadi pekan ini tersebut menjadi salah satu efek ikutan yang memperlihatkan sikap paranoid Barat pasca-serangan Paris pekan lalu.
Maher Khalil dan Anas Ayyad, dilarang naik oleh penjaga terminal di Bandara Midway, Chicago.
Penjaga itu mengatakan, larangan tersebut diberlakukan setelah salah seorang penumpang mendengar mereka berbicara dalam bahasa Arab.
Dua orang berdarah Palestina berusia 20-an itu akhirnya dilaporkan bisa menggunakan penerbangan milik maskapai Southwest Airlines itu pada Rabu (18/11/2015) malam.
Itupun setelah keduanya ditanyai pihak keamanan bandara dan kepolisian.
Khalil berinisiatif memanggil aparat keamanan untuk meluruskan masalah tersebut.
Kepada stasiun televisi NBC 5, di dalam kabin para penumpang memaksa mereka membuka kotak putih yang mereka bawa yang ternyata hanya berisi permen.
"Dan saya membagikan permen yang saya bawa kepada seluruh penumpang," ujar Khalil.
Manajemen Southwest Airlines sejauh ini menolak untuk memberikan komentar terkait insiden tersebut.
Sejumlah insiden serupa terjadi di beberapa penerbangan domestik AS sebagai dampak insiden penembakan di Paris yang menewaskan 130 orang yang diduga didalangi ISIS.
Setelah insiden Paris, ISIS juga merilis ancaman serangan terhadap sejumlah kota di AS.
Insiden serupa juga terjadi di Bandara Midway, Chicago pada pekan yang sama.
Sebanyak enam orang keturunan Timur Tengah dikeluarkan dari penerbangan Southwest Airlines dengan tujuan Houston setelah mereka meminta penumpang lain untuk bertukar kursi.
Sementara pada Kamis lalu di Florida, penerbangan Spirit Airlines tujuan Minneapolis kembali ke bandara Fort Lauderdale.
Penyebabnya adalah, seorang penumpang mengaku mendengar percakapan yang dia yakini sebagai sebuah rencana untuk meledakkan pesawat itu. Demikian dikabarkan harian The Sun Sentine.
Di darat, Yaniv Abotbul, seorang warga AS kelahiran Israel, ditanyai polisi selama lima jam. Demikian sang pengacara menjelaskan.
Abotbul kemudian dibebaskan setelah tuduhan itu tak terbukti dan kuasa hukum pria itu menuntut permintaan maaf dari pihak maskapai dan pemerintah.(AFP)