Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat UIN Sesalkan Pernyataan Sekjen PBB Terkait Status Sahara Barat

Sengketa Sahara Barat berawal dari keinginan Maroko menyatukan kembali wilayah yang sempat dibelah oleh dua negara Eropa.

Editor: Robertus Rimawan
zoom-in Pengamat UIN Sesalkan Pernyataan Sekjen PBB Terkait Status Sahara Barat
KOMPAS.com
Sekjen PBB Ban Ki-moon. 

TRIBUNNEWS.COM - Pernyataan Sekjen PBB Ban Ki-moon terkait status Sahara Barat, Afrika patut disesalkan dan dinilai tidak menghormati proses pembicaraan damai yang sedang berlangsung untuk menyelesaikan sengketa itu di forum-forum PBB yang dipimpinnya.

Ketika berkunjung ke kamp Tindouf di Aljazair pekan lalu, Sabtu (5/3/2016), Ban Ki-moon menggunakan istilah pendudukan (occupation) Maroko di Sahara Barat, dan meminta agar digelar referendum di wilayah yang disengketakan itu.

Pernyataan diplomat senior Korea Selatan itu disambut protes keras pemerintah dan rakyat Maroko.

Hari Minggu lalu (13/3/2016), tak kurang dari tiga juta rakyat Maroko dari berbagai partai politik dan organisasi kemasyarakatan menggelar protes di Rabat.

Pernyataan Ban Ki-moon tersebut dianggap berlawanan dengan keinginan PBB menyelesaikan sengketa ini secara damai lewat berbagai forum sejak pembicaraan damai di Manhasset, New York, pada tahun 2007, hingga sekarang. Juga, menabrak misi Pasukan Penjaga Perdamaian PBB Minurso di kawasan itu.

Hal ini disampaikan pengamat hubungan internasional dari FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Teguh Santosa, dalam keterangannya yang diterima redaksi Tribunnews.com, Kamis (17/3/2016).

Teguh Santosa mengikuti dari dekat sengketa wilayah ini. Dia secara khusus mempelajarinya saat menuntut ilmu di University of Hawaii at Manoa (UHM), Amerika Serikat, pada tahun 2007.

Berita Rekomendasi

Di tahun 2010 Teguh mengunjungi wilayah yang disengketakan tersebut dan melihat langsung kehidupan di kawasan Sahara.

Pada tahun 2011 dan tahun 2012 Teguh juga diundang oleh Komisi IV PBB yang menangani masalah politik khusus dan dekolonisasi untuk menyampaikan pendapatnya terhadap sengketa ini di Markas PBB di New York.

Sengketa Sahara Barat berawal dari keinginan Maroko menyatukan kembali wilayah yang sempat dibelah oleh dua negara Eropa, Prancis dan Spanyol, dalam Perjanjian Fez 1912.

Di dalam perjanjian itu, Prancis menjadikan wilayah utara Maroko sebagai kawasan yang mereka lindungi (protectorate) sampai bulan Mei 1956.

Sementara Spanyol menjadikan wilayah selatan Kerajaan Maroko sebagai koloni atau daerah yang dijajah sampai mereka angkat kaki pada pertengahan 1975 menyusul krisis ekonomi di dalam negeri.

“Saat Maroko ingin menyatukan kembali wilayahnya, setting politik global sudah berubah."

"Dunia berada di tengah Perang Dingin antara blok Timur dan blok Barat yang masing-masing ingin mempertahankan dan memperluas wilayah pengaruh,” ujar Teguh yang juga mantan Ketua bidang Luar Negeri PP Pemuda Muhammadiyah.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas