Presiden Turki Dituduh Telah Rencanakan dan Jadi Dalang di Balik Kudeta
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan justru dituduh telah merencanakan kudeta yang terjadi, Jumat (15/7/2016).
Penulis: Ruth Vania C
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ruth Vania
TRIBUNNEWS.COM, ISTANBUL - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan justru dituduh telah merencanakan kudeta yang terjadi, Jumat (15/7/2016).
Hal itu disampaikan seorang ulama Turki Fethullah Gulen yang sebelumnya dituduh Erdogan sebagai dalang di balik kudeta itu.
Dalam sebuah wawancara singkat, Sabtu (16/7/2016), Gulen menentang tuduhan yang dituujukan kepada dirinya.
"Sebagai seseorang yang berulang kali pernah menderita di bawah kudeta militer selama lima dekade ini, tuduhan itu sangat menyinggung," ucap Gulen.
Menurutnya, tak mungkin dirinya yang selama ini melarikan diri dari tekanan dan siksaan kudeta malah melakukan kudeta.
Ia justru menyebut ada kemungkinan kudeta yang telah menewaskan sebanyak 265 orang itu malah didalangi rezim Turki.
"Mungkin saja kudeta itu telah direncanakan sebelumnya dan bisa jadi untuk menujukan tuduhan pada kami (Gulen dan pengikutnya)," kata Gulen.
Gulen memang sempat mendapat tekanan dan bahkan pernah dipenjara akibat sejumlah kudeta yang pernah terjadi pada 1990-an di Turki.
Karenanya, ia mengatakan dirinya menentang segala bentuk intervensi militer di negara itu.
Masih belum dapat dipastikan siapa yang bertanggungjawab atas aksi yang memicu penangkapan terhadap 754 orang atas tuduhan upaya kudeta
Namun, pejabat-pejabat Turki melayangkan tuduhan pada Gulen dan kelompok gerakan pengikutnya, Hizmet.
Gulen merupakan seorang ulama Sunni yang hingga kini tinggal di Pennsylvania, AS, sejak 1999, untuk menghindar dari tekanan kudeta.
Atas tuduhan itu, Erdogan, Sabtu (16/7/2016) mendesak AS untuk menyerahkan Gulen, memicu ketegangan antara Turki dan AS.
Apalagi, Menteri Luar Negeri AS John Kerry malah meminta agar Pemerintah Turki memberikan bukti yang membenarkan tudingan atas Gulen itu.
Menurut Kerry, jika ada bukti yang mendukung, AS baru akan memeriksa dan menindaklanjutinya sesuai hukum.
Keberadaan pria yang disebut sebagai "pemimpin organisasi teroris" di AS itu lalu dinilai dapat mengancam hubungan antara kedua negara tersebut.
"Negara yang berdiri bersama Gülen akan menjadi musuh Turki," demikian kata Perdana Menteri Turki Binali Yildirim di Ankara, Turki. (The Guardian/Huffington Post)