Dituduh Kudeta, Ribuan Tentara Turki yang Ditahan Dilaporkan Mengalami ''Pemerkosaan dan Kelaparan''
Mereka memiliki ‘bukti kuat’ bahwa sekitar 10.000 tentara Turki menghadapi hukuman berat seperti itu.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, ANKARA - Amnesty International (AI) melaporkan, ribuan tentara Turki yang ditahan pasca-percobaan kudeta telah ‘diperkosa dan (menderita) kelaparan’ sebagai hukumannya.
Menurut AI, para tahanan itu juga dibiarkan tanpa air. Mereka memiliki ‘bukti kuat’ bahwa sekitar 10.000 tentara Turki menghadapi hukuman berat seperti itu.
Para tentara itu ditahan di sel darurat, seperti kandang dan ruang olahraga. Mereka disiksa dan ditahan dalam posisi tertekan selama 48 jam, seperti dilaporkan Daily Express, Senin (25/7/2016).
Gambar mengejutkan tentang kondisi para tentara itu muncul di media sosial untuk menunjukkan tentara ditahan di ruang sempit dalam kondisi yang tidak manusiawi.
Gambar ini muncul di media sosial, bahwa para tentara telah ditahan di Turki pasca percobaan kudeta, yang dapat digagalkan pada 15 Juli 2016. [Twitter/Daily Express].
Direktur AI Wilayah Eropa John Dalhuisen mengatakan, "Laporan tentang penyalahgunaan itu meliputi pemukulan dan pemerkosaan dalam tahanan. Hal itu sangat mengkhawatirkan.”
Seorang pengacara di Gedung Pengadilan Caglayan di Istanbul mengatakan, dia melihat seorang tahanan mencoba melompat dari jendela lantai enam dan lainnya membenturkan kepala ke tembok.
Kelompok pegiat HAM itu telah meminta Ankara agar AI diberikan akses untuk melihat para tentara yang telah ditangkap dan ditahan pasca-kudeta yang gagal.
Dalhuisen mengatakan, “Hal ini mutlak penting, otoritas Turki harus menghentikan praktik-praktik menjijikkan dan mengizinkan pemantau internasional untuk mengunjungi semua tahanan.”
Lebih dari 290 orang tewas pada Jumat malam ketika terjadi percobaan kudeta berdarah terhadap pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Pemimpin yang terpilih secara demokratis itu telah berusaha meredam gejolak dengan antara lain berusaha menghidupkan kembali hukuman mati.
Langkah tersebut telah dikutuk oleh masyarakat internasional dan hal itu dapat menutup semua peluang Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa.
Dukungan terhadap Erdogan justru meningkat, sebagaimana dilaporkan Agence France-Presse sebelumnya.
Misalnya, sehari setelah upaya kudeta itu, Sabtu (16/7/2016), ratusan orang menyambut kedatangan Erdogan setelah dia tiba di Bandara Istanbul.
Ratusan orang yang datang ke bandara itu mengelu-elukan Erdogan dan mendampingi mobil yang menjemput sang Presiden di landas pacu Bandara Internasional Ataturk, Istanbul.
Terkait berbagai penangkapan dan aksi “bersih-bersih” oleh Erdogan, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini sebelumnya mengatakan, Turki seharusnya tidak menggunakan lembaga demokrasi untuk melemahkan HAM pasca-kudeta gagal.
Pemerintah Turki berjanji tak akan melanggar HAM dan kebebasan setiap individu warga negara.
Erdogan menyerukan kepada rakyat agar tidak khawatir dan mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan tindakan yang perlu.