Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Uber Kehilangan 200 Ribu Pengguna Lantaran Dituduh Dukung Kebijakan Trump

Trump telah menandatangani perintah eksekutif terkait pembatasan pengungsi dan imigran

Penulis: Ruth Vania C
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Uber Kehilangan 200 Ribu Pengguna Lantaran Dituduh Dukung Kebijakan Trump
DAILY MAIL
Protes anti kebijakan travel ban Donald Trump di Amerika Serikat 

TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Perusahaan transportasi berbasis online Uber kehilangan 200 ribu pengguna lantaran dituduh mendukung kebijakan imigrasi Presiden AS Donald Trump.

Trump telah menandatangani perintah eksekutif terkait pembatasan pengungsi dan imigran masuk wilayah AS, yang jadi kebijakan baru imigrasi AS.

Pembatasan dilakukan melalui larangan sementara bagi para pengungsi dan penangguhan visa bagi imigran dari sejumlah negara di Timur Tengah.

Pemberlakuan kebijakan itu sempat memicu kekacauan di sejumlah bandara AS, di mana ratusan imigran berakhir dipulangkan atau ditahan.

Kebijakan tersebut juga menimbulkan aksi protes dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk para sopir taksi Bandara John F Kennedy, New York.

Namun, di saat para sopir taksi sibuk memboikot bandara tersibuk di AS itu, para pengemudi Uber tetap beroperasi dan memasang tarif khusus.

Hal itu menimbulkan kecurigaan soal adanya upaya Uber untuk mempergunakan kesempatan di tengah kekacauan dan boikot tersebut.

Berita Rekomendasi

Belum lagi kecurigaan itu didukung keputusan CEO Uber Travis Kalanick untuk bergabung dengan dewan penasihat ekonomi Trump.

Dituduh mendukung Trump dan kebijakannya, Uber kemudian menjadi sasaran protes dari para penggunanya melalui #DeleteUber (Hapus Uber).

Dalam aksi #DeleteUber, sekitar 200 ribu pengguna menghapus aplikasi Uber dari ponsel pintarnya dan bersepakat untuk tidak menggunakannya.

Sejumlah perusahaan dan pengusaha yang namanya terkait dengan dewan penasihat Trump mulai ditekan banyak pihak.

Selain Uber, perusahaan-perusahaan lain seperti Disney dan Tesla juga jadi sasaran tekanan publik atas bergabungnya pejabat tinggi perusahaan-perusahaan itu sebagai dewan penasihat Trump. (Business Insider/Tech Wire Asia)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas