Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jepang Kekurangan Tempat Penitipan Anak

Sejumlah ibu yang memiliki anak kecil di Jepang kecewa karena ditolak aplikasinya untuk tempat penitipan anak (TPA).

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Jepang Kekurangan Tempat Penitipan Anak
Koresponden Tribunnews/Richard Susilo
Jumlah orang yang sedang menanti (garis panjang melintang atas) supaya bisa dimasukkan ke tempat penantian anak, berbanding dengan jumlah perawat tempat penitipan anak di Jepang per 1 April 2016. Data Kementerian Kesehatan Jepang. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Sejumlah ibu yang memiliki anak kecil di Jepang kecewa karena ditolak aplikasinya untuk tempat penitipan anak (TPA).

Penolakan ini terjadi karena jumlahnya sudah terlalu banyak. Bahkan satu tempat hanya menerima 6 anak dari 120 aplikasi yang ingin anaknya dimasukkan ke TPA (hoikujo) tersebut.

"Kalau melihat data Kementerian Kesehatan Jepang per 1 April 2016, jumlah ibu yang menanti tempat supaya anaknya bisa dimasukkan ke TPA ada 23,553 orang," ungkap sumber Tribunnews.com di Kementerian Kesehatan Jepang, Jumat (17/2/2017).

Dari penelitian pihak Kementerian Kesehatan, dari 5.500 ibu rumah tangga, ternyata 1.000 ibu rumah tangga yang masih hamil pun sudah mem-booking (pesan) tempat di TPA supaya nanti setelah dua atau tiga tahun usia anaknya sudah bisa dititipkan di tempat itu.

"Hal itu dilakukan karena jumlah TPA kurang di Jepang. Tapi di semua tempat (kota besar) di semua perfektur pasti ada di Jepang," tambahnya.

Jumlah pekerja TPA di Jepang saat ini tercatat sekitar 2,5 juta orang. Jumlah tersebut sangat kurang melihat kecenderungan peningkatan jumlah anak yang dititipkan di TPA, mulai tahun 2014 menunjukkan kenaikan terus menerus.

Berita Rekomendasi

Tempat penitipan anak sangat dibutuhkan di Jepang karena tidak ada pembantu di Jepang, sebab biaya membayar pembantu atau pengasuh anak satu jam sekitar Rp 250.000.

Sedangkan bila anak tidak dititipkan, orangtua tidak bisa bekerja terutama sang ibu. Sedangkan penghasilan dari suami saja masih kurang karena harus menghidupi juga istri dan anak.

"Masyarakat kini agak terusik dengan TPA, demikian pula masa cuti hamil serta masa cuti untuk persiapan anak, mencari TPA dan cari libur untuk diri sendiri. Jumlah waktu sudah sangat tidak memungkinkan bagi dirinya sendiri," kata Seorang profesor Universitas kota Tokyo, Hiroko Inokuma.

Baca: Perawat Ditusuk Anggota Yakuza Jepang Gara-gara Gagal Mengoperasi Wajahnya

Demikian pula jumlah tenaga TPA per tahun diperkirakan berkurang 100.000 orang antara lain karena merasa tidak cukup gaji untuk membiayai hidupnya.

Itulah sebabnya banyak TPA meminta kepada pemerintah agar subsidi ditambah bagi peningkatan kesejahteraan dan gaji mereka.

TPA di Jepang banyak yang mendapat subsidi dari pemda setempat. Ada TPA yang resmi, mendapat subsidi pemerintah, ada TPA swasta dikelola swasta sendiri dianggap tidak resmi karena bersifat hanya membantu masyarakat sekeliling dan biasanya dilakukan para volunteer (tenaga sukarela).

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas