Cerita Sang Teman Soal Kekhawatiran Kim Jong Nam Atas Keselamatan Dirinya
Kim Jong Nam menghabiskan beberapa tahun terakhirnya bersembunyi dari rezim yang dijalankan saudara tirinya yang diktator.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Kim Jong Nam menghabiskan beberapa tahun terakhirnya bersembunyi dari rezim yang dijalankan saudara tirinya yang diktator.
Menurut orang-orang yang mengenalnya, Kim Jong Nam berjuang dengan rasa ketidakberdayaan atas nasibnya sendiri.
Hal tersebut terungkap dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Guardian, seorang sahabat dekat dan kepercayaan Kim Jong Nam yang merupakan pewaris Dinasti Korea Utara.
Sahabat Kim berbicara bagaimana pandangan, pemikiran, dan kepribadian Kim Jong Nam yang terbuka yang menyebabkannya harus berada dalam pengasingan.
Dalam beberapa perjalanan ke Jenewa selama dua tahun, Kim dikunjungi Anthony Sahakian, seorang teman lama dari masa remajanya di sebuah sekolah internasional bergengsi di Swiss.
Baca: Malaysia Gandeng Interpol Buru Empat Pria Korea Utara Terkait Kematian Kim Jong Nam
Dia tinggal dalam pengasingan karena tahu adik tirinya Kim Jong Un melihatnya sebagai ancaman terhadap aturan otokratis yang dijabatnya setelah ayah mereka, Kim Jong Il meninggal 2011.
"Kami benar-benar membahas mengenai rezim berkuasa, saudara tirinya, tentang hal-hal yang terjadi di sana. Satu hal saya dapat mengatakan, ia tidak pernah tertarik dalam kekuasaan," kata Sahakian (44).
Para pejabat Malaysia mengatakan dua wanita yang diyakini dipekerjakan oagen Korea Utara seminggu lalu telah meracuni Kim Jong Nam ketika ia menunggu untuk penerbangan dari Kuala Lumpur ke rumahnya di Macau.
Ia meninggal di ambulans menuju Rumah Sakit.
Selasa (21/2/2017), pejabat Kementerian kesehatan Malaysia kepada wartawan mengatakan bahwa penyebab kematian masih belum disimpulkan.
Otopsi menunjukkan tidak ada bukti serangan jantung atau tanda luka tusukan di tubuh Kim.
Kenangan percakapan kembali terbayang jelas di pikiran Sahakian.
Khususnya mengenai wawasan dan pandangan politik Kim Jong Nam selama enam tahun saudaranya menjalankan pemerintahan.
Ia pun mengungkapkan kekhawatiran akan hidupnya yang bisa kapan saja berakhir.
"Dia merasa takut. Itu bukan takut menyeluruh tetapi ia paranoid. Dia adalah orang yang secara politis penting. Dia khawatir. Tentu saja dia khawatir, "kata Sahakian.
Memang masih belum jelas alasan mengapa Kim Jong Nam, ahli waris pertama dinasti Kim Jong Il itu dikesampingkan.
Tetapi yang jelas kakek Kim Jong Nam, Kim Il Sung, tidak menyetujui hubungan perkawinan antara Kim Jong Il dengan ibunya yang merupakan aktris film lokal.
Meninggalkan Korea Utara
Kim Jong Nam dipindahkan ke luar negeri, menuju Rusia dan kemudian Swiss, dimana ia belajar bahasa Perancis, Rusia, Jerman, dan Inggris.
Sahakian pertama kali bertemu dengannya ketika berusia 12 atau 13 tahun.
Dia memperkenalkan diri sebagai anak seorang duta besar.
"Pada waktu itu kita tidak tahu persis apa perbedaan antara Korea Utara dan Korea Selatan saat itu," Sahakian mengatakan.
"Dia adalah seorang anak yang sangat hormat, sangat ramah, sangat baik, sangat bagus, sangat murah hati. Disiplin waktu, dimanjakan jelas. Tidak ada yang luar biasa," tambahnya.
Pada saat ia kembali ke rumahnya di Korea Utara, Kim Jong Nam adalah pribadi yang dewasa dan produk yang dibesarkan Eropa.
Menurut memoar bibinya, ia terkungkung oleh sistem isolasi di Korea Utara.
Ia makin terpuruk ketika dia ditangkap menyelinap ke Jepang dengan memakai paspor palsu Republik Dominika pada tahun 2001.
Setelah itu, ia tinggal di pengasingan di Makau, wilayah Cina dekat Hong Kong, di mana dia dan istrinya memiliki anak.
Ia sesekali tinggal di Singapura.
Menurut teman yang lain, Kim Jong Nam memiliki sebuah rumah di Beijing.
Kadang-kadang ia terlihat memakai jeans dan T-shirt di bandara atau restoran dari Paris ke Indonesia, Kim selalu tersenyum sopan kepada wartawan.
Mungkin melihat kesempatan untuk melakukan reformasi ketika kesehatan ayahnya pulih, Kim Jong Nam berbicara pada awal tahun 2011.
Ia bicara mengenai pandangan politik kepada Yoji Gomi, seorang wartawan Jepang, beberapa bulan sebelum Kim Jong Un diangkat sebagai Pemimpin Korea Utara.
Tapi ketika Gomi menerbitkan buku biografinya pada tahun 2012 yang memuat kritik terhadap suksesi kekuasaan Kim Jong Un, Kim Jong Nam tidak tinggal diam.
Setahun kemudian, paman mereka yang merupakan orang nomor dua kala ayah mereka memimpin dieksekusi atas dasar ambisi politik kotor dan serangkaian pembersihan orang-orang di kekuasaan Kim Jong Un.
Setelah itu, Kim Jong-nam menghilang dari peredaran dan menghindari sorotan media.
"Ia menjadi sangat sedih tentang situasi di negaranya. Dia benar-benar merasa sama seperti masyarakat di sana. Hal ini ditambahkan dengan tekanan kepadanya karena ia tidak bisa berbuat apa-apa," kata Sahakian.
Namun, lebih lanjut dia berujar, saudara Kim Jong Nam, katanya, telah menjadi bagian dari sistem monolitik yang dijalankan para Jenderal yang jauh lebih tua di sekelilingnya.
"Saya tidak habis pikir saudaranya menjadi boneka yang dikendalikan mereka," kata Sahakian menirukan omongan Kim Jong Nam saat itu.
Kim Jong Nam dikenal sebagai orang bijaksana yang menginginkan reformasi, tapi merasa tak berdaya.
"Meskipun ia masih memiliki klaim untuk jabatan tinggi sebagai putra sulung, dia tahu dia tidak punya karakter untuk memasuki dunia kejam politik Korea Utara," kata Sahakian. (Guardian)