Kisah Simo Hayha, Sniper Paling Mematikan di Dunia, Satu Batalion pun Gagal Membunuhnya
Dunia militer mengenal sniper sebagai senjata pembunuh paling mematikan. Bekerja dalam sunyi dan diam.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Dunia militer mengenal sniper sebagai senjata pembunuh paling mematikan.
Bekerja dalam sunyi dan diam, seorang sniper alias penembak jitu bisa mencabut nyawa seseorang dari jarah jauh dan posisi yang tak terdeteksi.
Dalam sejarah militer, banyak sniper yang dikenal sebagai sosok sniper paling mematikan, paling banyak membunuh, dan paling disegani.
Tapi, di antara para sniper tersebut, nama Simo Häyhä bisa dibilang ada di puncak teratas.
Simo adalah tentara Finlandia, yang tercatat sebagai sniper yang paling banyak membunuh tentara lawan.
Julukannya adalah 'The White Death’ atau Malaikat Maut Putih.
Angka nyawa manusia yang dia renggut bikin merinding, yakni 705 orang.
Sebanyak 505 orang dibunuhnya menggunakan senapan, 200 lainnya dengan senapan otomatis.
Korban sebanyak itu dibunuh oleh Simo dalam waktu kurang dari 100 hari saja!
Yang mencegangkan, angka itu adalah yang terkonfirmasi lawan, karena diperkirakan, ada ratusan lagi lebih banyak.
Yang hebat, adalah bila melihat senapan yang digunakan Simo Häyhä.
Dia merupakan tentara yang bertugas di era Perang Musim Dingin, antara Rusia dan Filandia, pada tahun 1939-1940.
Pada era itu, senapan masihlah primitif.
Senapan yang digunakan Simo bahkan tidak memakai lensa pembidik seperti halnya senapan sniper modern.
Lebih hebat lagi, Simo bertempur di tengah udara dingin nan ekstrem.
Dia berperang di suhu hingga minus 40 derajat celcius.
Kisah Simo Hayha menjadi kisah legenda yang diceritakan dari satu sniper ke sniper lain.
Konon, saat bertempur, Hayha hanya berdiam diri di satu tempat, hingga membunuh semua lawan di medan perang.
Tak ada yang bisa menyadari dimana Hayha berada, hingga 3 bulan lamanya.
Pihak Rusia awalnya mendengar bahwa Finlandia punya seorang sniper berskill tinggi di medan perang.
Rusia kemudian mengirim satu sniper untuk menandinginya.
Sniper Jerman ini pulang tinggal nama, alias mayatnya dikirim ke markas Jerman.
Sang panglima lalu mengirim beberapa sniper sekaligus.
Mereka semua tak diketahui kabarnya setelah diterjunkan ke medan perang.
Jerman kemudian mengirim satu batalion demi membunuh Simo Hayha.
Banyak tentara Jerman dalam batalion itu terbunuh, tapi tetap saja tak bisa menemukan lokasi Hayha.
Bahkan, ketika Jerman mengirim serangan artileri dengan membabi buta, Hayha tetap tak diketemukan.
Hayha memang dikenal sebagai sniper cerdas.
Dia memakai baju serba putih, termasuk topeng putih yang menutupi wajahnya.
Mustahil melihatnya ketika bersembunyi di salju.
Bahkan, yang lebih gila, ketika beraksi, Hayha terbiasa memasukkan salju di mulutnya.
Ini agar mulut Hayha tak mengeluarkan uap ketika bernafas di udara dingin.
Pada 6 Maret 1940, seorang lawan menembak mulut Simo Hayha.
Menurut tentara yang mengangkut Simo, saat itu hampir separuh dari wajah Simo 'hilang'.
Ajaib, Simo tak meninggal.
Pada hari ke-13 setelah tertembak, dia sadar dari koma.
Sebuah hal yang dramatis, tepat di hari ketika Simo bangun, pihak Rusia dan Finlandia memutuskan berdamai dan menghentikan perang.
Meski selamat, Simo mengalami cacat wajah secara permanen
Pada tahun 1998, Simo diwawancarai soal apa resep sehingga dia bisa menjadi sniper hebat.
Simo menjawab singkat : "Latihan,"
Lalu, dia ditanya, apakah dia menyesal telah membunuh banyak manusia.
Begini jawaban Simo : "Aku hanya menjalankan tugasku, itu yang aku lakukan, sebaik mungkin akan kulakukan,"
Kisah Simo menjadi inspirasi lagu White Death, sebuah lagu yang dipopulerkan band metal asal Swedia, Sabaton.
Simo Hayha meninggal pada tahun 2002, atau pada usia 96 tahun, di rumah sakit khusus veteran perang.
Pada nisannya, selain nama, tertulis 3 kata dalam bahasa Finlandia.
Tiga kata itu adalah : Rumah, Agama, Ibu Pertiwi.