Jaket Petugas Kesejahteraan Sosial Odawara Jepang Timbulkan Pro dan Kontra
Permasalahan sebenarnya kepada sosialisasi pemberian uang kesejahteraan sosial tersebut agar sama-sama bisa dan mau mengerti keadaan masing-masing.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Banyaknya penyalahgunaan serta ancaman terhadap petugas pemda loket kesejahteraan sosial di Pemda Odawara, membuat mereka mencari jalan meningkatkan kepercayaan diri bekerja dengan membuat jamper (jaket). Namun belakangan banyak protes dan ditiadakan.
"Dulu tahun 2007 ada penerima uang kesejahteraan sosial, lelaki usia 61 tahun, yang marah karena tak dapat lagi menerima uang kesejahteraan sosial. Lalu mendatangi loket kesejahteraan sosial di pemda Odawara, dia mengancam petugas pakai pisau cutter, " ungkap sumber Tribunnews.com, Kamis (18/5/2017).
"Tentu pelaku akhirnya ditangkap polisi dan sejak itu para pekerja sukarela termasuk petugas loket kesejahteraan sosial memakai jamper tersebut untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka serta mengantisipasi penyalahgunaan jaminan kesejahteraan sosial tersebut," tambahnya.
Jamper tersebut juga dianggapnya sebagai simbol solidaritas dan kerja sama dari semua pihak. Namun pada kenyataannya semakin lama, setelah 10 tahun kejadian itu berlalu, kini semakin ditentang masyarakat setempat karena dianggap arogan.
Jamper itu dibuat tahun 2007 setelah kejadian tersebut dan dibeli serta dipakai oleh 64 orang petugas pemda tersebut dengan menggunakan uang sendiri.
Mereka tampak bangga saat itu dan semakin percaya diri dengan penggunaan jamper tersebut.
Kemudian tahun 2008 muncul pula t-shirt serupa yang juga dibeli dan dipakai 67 orang.
Penggunaan pakaian tersebut tidak hanya digunakan di dalam kantor pemda tetapi juga di luar saat mengunjungi para penerima uang kesejahteraan sosial Pemda Odawara.
Barang lain dipakai dan diberikan sebagai hadiah kepada petugas berikutnya saat pergantian petugas loket pemda tersebut.
Baca: Pelajar SMA Tewas Mendekap Ibunya yang Sekarat
Seorang profesor Universitas Keio Jepang, Hideaki Ide yang akhirnya ditunjuk sebagai ketua kelompok studi peneliti kasus ini menyimpulkan bahwa masyarakat ternyata 55 persen menentang penggunaan baju tersebut.
Namun 45 persen masyarakat mendukung penggunaan jamper dan atau t-shirt tersebut.
Menurut Ide, permasalahan sebenarnya kepada sosialisasi pemberian uang kesejahteraan sosial tersebut agar sama-sama bisa dan mau mengerti keadaan masing-masing.