Mengenal Sosok Omar dan Abdullah Maute, Pendiri Kelompok Maute Penyerang Filipina
Omar dan Abdullah Maute merupakan keturunan suku Maranao, warga lokal Lanao, daerah berpenduduk mayoritas muslim di Mindanao.
Penulis: Ruth Vania C
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ruth Vania
TRIBUNNEWS.COM, MARAWI - Di balik aksi teror mematikan di Kota Marawi, Filipina, ada sebuah kelompok militan yang telah menyampaikan sumpah setianya kepada ISIS.
Kelompok tersebut dituduh menjadi dalang aksi teror di Filipina Selatan yang dikenal sebagai kelompok Maute.
Kelompok Maute terbentuk lebih dari dua tahun lalu di Butig, Mindanao, Filipina.
Tepat setelah keberadaan ISIS di Timur Tengah menjadi sorotan.
Pendirinya adalah dua kakak beradik bernama Omar dan Abdullah Maute.
Awalnya mereka menamai kelompok tersebut 'Daulah Islamiah' sebelum akhirnya lebih dikenal dengan nama 'Maute'.
Omar dan Abdullah Maute merupakan keturunan suku Maranao, warga lokal Lanao, daerah berpenduduk mayoritas muslim di Mindanao.
Sebelum secara aktif berjihad, keduanya mendalami ilmu teologi Islam sembari mengikuti akademi-akademi sekuler di Suriah dan Uni Emirat Arab.
Omar dan Abdullah Maute sama-sama menyuarakan kebencian terhadap umat non-muslim dan bersikeras ingin mendirikan khilafah di Filipina.
Dari sisi kehidupan personalnya, Omar Maute diketahui memiliki istri dari Indonesia yang pernah ditemui ketika masih belajar ilmu teologi.
"Satu dari pendiri kelompok Maute, Omarkhayam, menikah dengan seorang perempuan dari Indonesia, yang ia temui saat belajar di Mesir," kata seorang anggota badan intelijen di Manila.
Menurut informasi yang didapat, perempuan tersebut merupakan putri dari seorang ulama.
Bagi warga muslim di Mindanao, Maute hingga kini dikenal sebagai kelompok fanatik pendukung ISIS yang memiliki misi dan menimbulkan ancaman berbahaya.
Sebanyak 103 orang dikabarkan tewas akibat aksi penyerbuan tersebut, yang tingkat keparahannya ditandai pengibaran bendera ISIS di penjuru Marawi, Filipina.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah memberlakukan darurat militer di seluruh daerah selatan Mindanao itu, yang menjadi rumah bagi 200 ribu orang.
Ratusan ribu warga di Marawi yang terancam nyawanya diminta oleh pemerintah setempat untuk berlindung di rumah masing-masing.
Juru Bicara Kepresidenan Ernesto Abella mengatakan darurat militer akan berlaku kurang lebih hingga 60 hari, namun Duterte mengatakan bisa saja diberlakukan hingga setahun ke depan. (Manila Times/PhilStar)