Melawan Kelompok Ektrimis Dengan Tarian Pashtun
Pekan ini di Pakistan, kelompok ekstremis religius menyerang sebuah acara budaya di Universitas Peshawar.
TRIBUNNEWS.COM - Pekan lalu di Pakistan, kelompok ekstremis religius menyerang sebuah acara budaya di Universitas Peshawar. Mereka melakukan ini sebagai bentuk protes atas ekspresi musik dan puisi Pashtun.
Serangan serupa terjadi Maret lalu. Tapi minoritas Pashtun Pakistan bertekad untuk membuktikan kekuatan tradisi budaya mereka. Mereka melakukan pembalasan yang unik, menggelar acara tari tradisional di seluruh negeri.
Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Asia Calling produksi Kantor Berita Radio (KBR).
Pada suatu pagi yang cerah di Universitas Punjab di Lahore, para mahasiswa merayakan Hari Budaya Pashtun.
Penari dengan pakaian warna-warni berkumpul dalam lingkaran di halaman rumput. Mereka bergerak maju mundur mengikuti irama dhol, alat musik mirip gendang kembar.
Penari utama memberi perintah dengan cepat menyentuh tanah dengan tangannya dan penabuh drum menambah kecepatan pukulannya, makin lama makin cepat.
Para mahasiswa tersebut sedang menarikan Attan, tari tradisional Pashtun, simbol harmoni dan kebersamaan.
Pashtun adalah kelompok budaya yang dominan di Afghanistan dan minoritas yang signifikan di Pakistan.
Dr Hanif Khan adalah profesor sejarah di Universitas Peshawar. Dia mengatakan acara Pashtun tanpa Attan seperti makanan tanpa garam.
”Attan adalah simbol kebahagiaan bagi Pashtun. Dan ini tidak bisa diganti. Attan itu seperti jiwanya tubuh,” kata Hanif.
Attan ditarikan pada acara-acara khusus, seperti pernikahan dan perdamaian pascakonflik.
Ini juga dikenal sebagai tarian perang untuk meningkatkan moral sebelum tentara masuk medan perang.
Dan itu sepertinya cocok dengan situasi saat in, saat para penari diserang kelompok pelajar Islam, Islami Jamiat Talaba atau IJT.
Kelompok IJT meneriakkan penghinaan dengan menyebut acara itu tidak bermoral dan tidak Islami. Selain menghina, mereka juga memukuli para penari.
IJT adalah organisasi konservatif yang kerap bertindak sebagai polisi moral di kampus-kampus di seluruh negeri.
“Kami, penjaga agama dan Pakistan, memperingatkan kelompok etnis untuk tidak menantang kami. Kalau tidak, kami akan memperlakukan mereka seperti musuh,” tantang Jibran-Bin-Salman ketua IJT di Universitas Punjab.
Di masa lalu, IJT menghentikan perayaan Hari Valentine, acara musik dan budaya lainnya.
Tapi kali ini, mahasiswa dan staf di seluruh Pakistan bersatu menolak serangan itu.
Serangan itu ditanggapi para mahasiswa dengan turun ke jalan hari itu juga. Dan aksi itu menyebar dengan cepat.
Sejak itu, Attan ditarikan di seluruh negeri dalam demo jalanan yang berjalan damai. Ini bentuk solidaritas warga sekitar Pakistan terhadap budaya Pashtun.
Dr Nassar Ahmed adalah seorang profesor teknik di Universitas Peshawar sekaligus penari Attan.
Dia jarang menari di muka umum. Tapi untuk mendukung solidaritas itu dia membuat pengecualian.
Kata dia kelompok ekstrimis dan fundamentalis agama ingin menekan identitas dan menghancurkan budaya mereka dengan menyerang program dan kegiatan budaya.
“Serangan semacam itu adalah bagian dari perang ideologis yang dimulai untuk menghancurkan orang-orang Pashtun dan budaya mereka. Itu sebabnya saya bersuara dan menunjukkan perlawanan terhadap kekuatan seperti ini,” kata Nassar.
Dalam beberapa tahun terakhir, acara budaya dan tarian Attan jarang tampil di Pakistan.
Penyebabnya kelompok garis keras religius bersikeras itu adalah kegiatan tidak bermoral.
Meski begitu, militan Taliban diketahui menarikan Attan untuk meningkatkan semangat mereka.
Tariq Afghan adalah pengacara dan aktivis yang berasal dari daerah terpencil. Dia telah menyelenggarakan acara Attan di provinsi Khyber Pakhtunkhawa.
“Kami ingin memberikan pesan yang keras dan jelas kepada dunia kalau orang-orang Pashtun mencintai perdamaian, menentang terorisme dan ekstremisme. Lawan kami menyerang tarian damai kami dengan kekerasan namun kami membalasnya dengan kegiatan damai,” jelasnya.
Afghan percaya ada keindahan dalam keragaman dan kekuatan dalam perbedaan.
Dia ingin menunjukkan kalau budaya bisa membantu masyarakat memahami satu sama lain dengan lebih baik. Serangan itu sendiri telah mengangkat profil Attan.
Para aktivis Pashtun pun menyatakan niatnya menjadikan hari serangan itu sebagai Hari Attan Internasional.
“Kami akan merayakan 21 Maret sebagai Hari Attan Internasional sehingga lawan kami tahu kalau mereka tidak bisa menyebarkan ketakutan di antara kami,” kata Tariq.
Penulis: Mudassar Shah/Sumber: Kantor Berita Radio (KBR)