Mereka yang Menyesal Bergabung dengan ISIS
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berkeras ratusan warga negara Indonesia yang dideportasi karena terlibat ISIS.
Editor: Hasanudin Aco
"Saya merasa sangat sangat sulit untuk hidup di sana. Saya menemukan seseorang yang bisa mengantarkan saya kembali ke Turki. Awalnya dia mengatakan bisa, namun ternyata sulit. Dia hanya mampu membawa saya ke dekat perbatasan Turki," jelas Khweis.
Pada Maret 2016 lalu, ia hengkang dari ISIS dan memilih menyerahkan diri kepada, Peshmerga, kelompok bersenjata Kurdi.
Khweis mengaku didera penyesalan mendalam karena telah bergabung dengan ISIS yang memproklamirkan diri mereka sebagai kekhalifahan. Ia menegaskan telah "membuat keputusan yang buruk" dan "tidak berpikir jernih".
"Hidup di Mosul benar-benar mengerikan. Orang-orang yang mengendalikan kota itu tidak memiliki agama. Daesh --nama lain ISIS-- tak punya agama. Saya tidak melihat mereka sebagai muslim yang baik," imbuhnya.
Lain lagi dengan pengalaman Harry Sarfo, kelahiran Jerman namun besar di Inggris. Dikutip dari The Independent, pada April 2016 lalu Sarfo tengah dipenjara dan menunggu persidangan atas tuduhan teror.
Pria yang berhasil melarikan diri dari ISIS itu mengatakan, realitas berdarah yang disaksikannya jauh dari fantasi jihad dalam video propaganda yang membuatnya tertarik bergabung dengan kelompok itu.
Video yang dimaksud adalah sebuah video propaganda ISIS yang menampilkan seorang pria berdiri di atas mobil sembari mengibarkan bendera hitam. Ia dikelilingi sejumlah laki-laki bersenjatakan Kalashnikov (AK).
Selanjutnya, pemimpin mereka menyerukan kepada warga Eropa untuk bergabung dengannya demi berjihad sebelum akhirnya ia menembak mati dua tahanan.
"Ketika mereka bicara melalui sebuah video dengan memegang senjata, rasanya mereka seperti menelepon Anda, ‘Kami (ISIS) membutuhkan Anda disini! Saudara-saudara Anda membutuhkan Anda! Kami membawa perdamaian, martabat, dan kehormatan," ujar Sarfo, mantan tukang pos yang menempuh pendidikan dan masuk Islam di London, Inggris.
"Namun pada kenyataannya, semua yang ditampilkan video itu bohong. Mereka memerintahkan agar kami membunuh sementara mereka tidak melakukannya sama sekali. Itu seperti sebuah film, setiap orang memainkan perannya masing-masing," cerita pria itu.
Sarfo ingat pernah menyaksikan enam orang ditembak dengan Kalashnikov. Sementara di lain kesempatan ia juga menyaksikan bagaimana tangan seorang pria dipotong.
"Saudara membunuh saudara, bukan hanya tidak Islami, namun juga tidak manusiawi," tegasnya.
Pria ini pun lantas memperingatkan para pemuda untuk tidak tertipu dengan apa pun bentuk propaganda ISIS. Kelompok teroris ini diketahui kerap mengunggah rekaman berdarah yang mempertontonkan pembunuhan sandera asing dan tahanan, namun di lain sisi juga menyebarluaskan video yang berusaha menampilkan kehidupan "normal" dan menjanjikan yang mereka jalani.
"Setelah Anda berada di sana, Anda baru akan menyadari terlalu terlambat untuk kembali. Perempuan bergabung dengan ISIS dengan berpikir itu adalah sebuah roman, bahwa mereka akan menikah dan hidup bahagia selamanya. Faktanya, sangat berbeda," ungkap pria itu.