Kuburan Unik Jepang Kini Jadi Otomatis Teknologi Modern, Tempat Semayam Ribuan Abu Jenazah
Sebuah kuil di Shinjuku Tokyo, Shinjuku Gyoen Gakuen Shoin, membuat kuburan yang otomatis dengan teknologi modern.
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Konsep kuburan dengan tanah, lahan yang besar, mungkin agak seram, terbuka sehingga yang nyekar kepanasan, serta model fisik lainnya, kini berubah sama sekali di Jepang.
Belum lama ini Tribunnews.com mengunjungi kuburan Jepang yang sangat otomatis menggunakan teknologi canggih modern dan jauh dari konsep lama. Yang sama hanyalah keheningan karena memang tempat para arwah disemayamkan.
Tentu saja karena Jepang umumnya memiliki kepercayaan Shinto atau ada pula pemegang agama Budha, jasad manusia model Jepang dibakar dan abunya disimpan. Jadi bukan jasad manusia yang dikubur seperti banyak dilakukan agama lain.
Sebuah kuil di Shinjuku Tokyo, Shinjuku Gyoen Gakuen Shoin, membuat kuburan yang otomatis dengan teknologi modern.
Karena yang disimpan adalah debu jasad keluarga masing-masing, maka hanya tempat kecil, botol kecil dibutuhkan untuk penyimpanan abu jenazah tersebut.
Inilah yang mendasari konsep kuburan Budha/Shinto ini di Shinjuku.
Pada hakekatnya keluarga yang mau nyekar berdoa, harus membawa kartu IC seukuran kartu kredit lalu menempelkan ke lokasi tempat persembahyangan (di dinding sebelah kanan), lalu pintu tempat persembahyangan akan terbuka.
Setelah terbuka kita akan melihat tempat persembahyangan polis cantik dengan rangkaian bunga di kanan kirinya.
Bagian tengah tepat di depan kita adalah nama keluarga kita (pada tembok) misalnya bernama SUSILO.
Setelah itu silakan kita berdoa seolah di depan makam keluarga kita sendiri. Setiap saat kita bisa berkunjung untuk nyekar ke makam ini, asalkan jangan lupa membawa kartu IC tersebut.
Usai bersembahyang saat ke luar tentu lapor kembali ke petugas dan akan menutup kembali pintu "makam" tersebut.
Tempat bersembahyang ada dua dengan tipe yang sama. membedakan hanya nama keluarga kita sesuai yang dipanggil menggunakan kartu IC yang kita bawa.
Di Jepang satu makam biasanya untuk satu keluarga misalnya ayah ibu dan anak dalam satu makam dengan nama keluarga yang sama.
Lalu di mana proses otomatis dan teknologi modern tersebut?
Ternyata di balik tempat sembahyang itulah kuncinya.
"Ribuan abu (bisa menampung sekitar 4100 abu jenazah) disimpan di belakang altar sembahyangan tersebut," papar Tomita pengurus makam khusus kepada Tribunnews.com.
Apabila kita melihat tempat kerja belanja Online seperti Amazon.Com, maka seperti itulah modelnya.
Ribuan tempat abu jenazah disusun rapih pada rak-rak tersedia dari lantai satu sampai lantai ke sekian.
Robot yang telah diseting pada aplikasi komputer, akan mengambil Papan Nama (misalnya SUSILO) pada lokasi yang sudah ditentukan.
Lalu membawa Papan Nama ke tempat sembahyangan, ditaruh tepat di tengah tembok depan kita tersebut, sehingga keluarga yang datang nyekar melihat nama kita ada di tengah di tembok tempat sembahyangan tersebut.
Usai sembahyangan, keluarga pulang, nama di tengah tembok itu akan dicopot oleh robot diambil dikembalikan ke tempat semula.
Jadi hanya papan nama keluarga saja yang diambil robot dan tempat abu tetap tak berubah tak disentuh di taruh dan disimpan pada tempatnya begitu saja.
Sejak kapan pemakaman otomatis ini dilakukan tempat tersbeut?
"Kita bukan lakukan sejak Mei 2014. Jadi memang masih 3 tahunan lalu," paparnya kembali.
Bagaimana dengan biaya? Ternyata tidak murah memang.
Baru masuk, mendaftar jadi anggota untuk menitipkan abu jenazah keluarga kita (bayar sekali) harus membayar 915.000 yen. Lalu setiap tahun biaya perawatan sebesar 15.000 yen. Itu saja tak ada yang lain, tekannya lagi.
Kuburan Modern Pakai Lampu LED Biru
Ada lagi kuburan modern Jepang di Nagoya perfektur Aichi bernama Banshoji Suishoden Crystal Hall di lantai 3 gedung pemakaman yang sebenarnya kuil Budha.
Begitu kita memasuki lantai ruangan tersebut, suasana cerah sekali lampu LED biru muda melambangkan kesejukan air.
Di sini juga pakai kartu IC barulah pintu bisa terbuka, lalu menggunakan kartu IC kita pula, maka muncul lampu warna putih yaitu tempat abu jenazah keluarga kita disemayamkan di sana.
Penggunaan lampu LED tersebut dimaksudkan agar keluarga yang nyekar bila membawa anak-anak bisa bermain di sana juga tidak membosankan karena tertarik lampu LED yang berwarna dan bisa berubah warna serta bisa berfungsi seperti televisi, seolah ada bintang terbang ke atas dari "dunia" terbang sinar ke "awan".
Mengimajinasikan seolah arwah ke luar kita sudah pergi ke dunia lain.
Harga tempat penitipan abu ini pun lebih murah daripada yang di Shinjuku Tokyo. Di kuil yang ada di Nagoya ini harga 360.000 yen (ada pula yang lebih mahal) sekali bayar saja, tidak ada biaya tahunan. Namun ada pula dengan paket lebih murah tetapi dengan berbagai keterbatasan yang ada.
Ibaratnya, tambah mahal, tambah banyak fasilitas bisa diperoleh. Tambah murah ya tambah sederhana fasilitas yang bisa dirasakan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.