Myanmar Klaim Tak Lakukan Genosida Terhadap Muslim
Duta Besar Myanmar untuk PBB Han Do Suan membantah anggapan terkait "pembersihan etnis".
Penulis: Ruth Vania C
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Myanmar mengklaim pihaknya tidak melakukan genosida terhadap muslim atas kekerasan yang terjadi di Rakhine.
Dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Senin (25/9/2017), Duta Besar Myanmar untuk PBB Han Do Suan membantah anggapan terkait "pembersihan etnis".
Suan menggunakan hak jawabnya di akhir sidang yang diadakan enam hari itu untuk merespons "anggapan tak bertanggungjawab" dan "tuduhan tak beralasan" terkait situasi di Rakhine.
"Tidak ada pembersihan etnis. Tidak ada genosida," ucap Suan di hadapan perwakilan-perwakilan berbagai negara.
"Pemimpin-pemimpin Myanmar, yang sudah lama memperjuangkan kebebasan dan HAM, tidak akan mendukung hal-hal seperti itu," lanjutnya.
Suan juga mengatakan bahwa Myanmar justru akan melakukan apapun untuk mencegah adanya pembersihan etnis dan genosida.
Menurut Suan, masalah yang terjadi di Rakhine "sangat kompleks".
Karena itu, dirinya mendesak negara-negara anggota PBB dan komunitas internasional untuk melihat situasi di Rakhine "secara objektif dan tanpa bias".
Suan kemudian melanjutkan pernyataannya dengan menuduh kelompok militan bersenjata penyelamat Rohingya (ARSA) sebagai biang konflik Rakhine.
Dikatakan bahwa serangan yang dilakukan ARSA pada 25 Agustus telah membuat banyak warga mengungsi dari Rakhine dan sebagian ditarik ARSA untuk melawan pasukan militer Myanmar.
ARSA dituduh sebagai teroris yang memicu serangan ledakan bom di daerah tersebut, yang merusak jembatan dan membumihanguskan desa.
Baca: Soal 5000 Senjata, Menhan: Kita Maklumi Saja Asal Kedepan Jangan Terjadi Lagi
"Sudah menjadi tanggung jawab tiap pemerintahan untuk melawan segala bentuk terorisme dan melindungi warga sipil yang tak bersalah," kata Suan lagi.
Pembelaan dari Suan itu diutarakan usai sejumlah perwakilan negara dan petinggi PBB membahas krisis Rohingya yang terjadi di Rakhine dalam sidang tersebut.
Beberapa di antara yang menuduh Myanmar berusaha menyingkirkan warga Rohingya adalah Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, Sekjen PBB Antonio Guterres, dan sejumlah perwakilan negara muslim, termasuk Uni Emirat Arab.
Suan mengatakan bantuan kemanusiaan hingga kini masih menjadi prioritas utama Pemerintah Myanmar, bekerjasama dengan Palang Merah.
Aksi kekerasan yang terjadi di Rakhine dan pengungsian massal dari daerah tersebut menjadi krisis terbesar yang dihadapi pemimpin politik Myanmar Aung San Suu Kyi sejak menjabat pada 2016.
Suu Kyi mengatakan pemerintah mengupayakan yang terbaik untuk melindungi semua orang dari konflik.
Namun, Suu Kyi tidak mengacukan kalimatnya secara langsung pada warga Rohingya, yang selama ini dianggap menjadi korban dalam konflik itu.
Suu Kyi menuai kritik dan kecaman karena dianggap bungkam terhadap perlakuan Myanmar terhadap warga Rohingya, yang dinilai kerap menerima diskriminasi. (Washington Post)