Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Meski Tak Ikut Posting Ajaran Kebencian, Pria ini Ikut Dipenjara karena Jadi Admin Grup WA

Junaid Khan dipenjara, hanya karena dia menjadi admin dari grup WA, di mana pesan ajaran kebencian itu diposting.

Penulis: Aji Bramastra
zoom-in Meski Tak Ikut Posting Ajaran Kebencian, Pria ini Ikut Dipenjara karena Jadi Admin Grup WA
PC Tech Magazine
Ilustrasi WhatsApp 

TRIBUNNEWS.COM - Seorang mahasiswa di India dipenjara karena sebuah postingan ajaran kebencian di WhatsApp.

Ironisnya, mahasiswa berusia 21 tahun ini sebenarnya tak ikut memposting pesan bermasalah tersebut.

Dilansir BBC, Junaid Khan dipenjara, hanya karena dia menjadi admin dari grup WA, di mana pesan ajaran kebencian itu diposting.

Tak jelas apa isi ajaran kebencian tersebut.

Tapi, kasus yang terjadi di kota Talen, Madhya Pradesh ini, terlanjur menarik perhatian khalayak di India.

Junaid Khan ditangkap pada 14 Februari 2018.

Ia akhirnya mendapat vonis 5 bulan penjara.

Berita Rekomendasi

Penangkapan berawal ketika polisi menerima laporan, ada pesan berisi ajaran kebencian di sebuh grup WA.

Menurut The Times of India, Khan menjadi admin grup WA tersebut, sehingga polisi kemudian menangkap Khan.

Tapi, pihak keluarga Khan tak bisa menerima keputusan ini, karena Khan tak ikut melakukan apapun terkait menyebarnya ajaran kebencian di grup WA itu.

Apalagi, ia menjadi admin secara acak, gara-gara 2 admin sebelumnya, telah meninggalkan atau left dari grup tersebut.

Selain Khan, polisi juga menangkap si pengunggah pesan ajaran kebencian.

Tapi, Khan tetap ditangkap, atas nama undang-undang.

Berdasarkan UU ITE India, seorang admin grup WA memang harus bertanggungjawab bila ada postingan bermasalah di grup yang ia kelola itu.

Biang Hoax

Di India, dengan 200 juta pengguna aktif setiap bulannya, WhatsApp memang jadi biang penyebaran ajaran kebencian dan berita hoaks.

Masih di Madhya Pradesh, seorang wanita ditemukan tewas pada Minggu (22/7/2018) kemarin, setelah sebuah rumor tentang penculikan anak tersebar di aplikasi perpesanan WhatsApp.

Jenazahnya ditemukan dalam keadaan mengenaskan karena telah dimutilasi di dekat hutan daerah distrik Singrauli.

Dilansir Tribunnews dari Asia One, rumor tersebut tersebar di WhatsApp satu hari sebelum kejadian mengenaskan ini terjadi.

Hingga saat ini, sudah 20 orang terbunuh karena insiden yang sama selama dua bulan terakhir.

Hal ini tentu saja membuat pihak berwenang dan pengelola Facebook WhatsApp kebingungan mencari solusi untuk jalan keluar.

Polisi mengatakan sembilan orang ditangkap atas tewasnya wanita yang tak diketahui identitasnya ini.

Para pelaku mengatakan mereka curiga pada korban saat ia bertingkah aneh pada Sabtu (21/7/2018) malam.

Melihat tingkah si korban, mereka teringat rumor soal penculikan anak yang tengah ramai diperbincangkan di WhatsApp.

Saat ini polisi tengah berusaha mencari tahu identitas korban.

"Kami mencoba mengidentifikasi korban dan telah menyebar fotonya ke semua kantor polisi," kata Kepala Polisi Singrauli, Riyaz Iqbal.

Sebelum insiden pembunuhan ini terjadi, pemerintah India memberikan teguran pada pihak WhatsApp pada Kamis (19/7/2018) minggu lalu.

Pemerintah beranggapan WhatsApp saat ini menjadi 'media' untuk menyebarkan rumor yang tak bisa dipertanggung jawabkan secara hukum.

Terlebih rumor-rumor yang tersebar di WhatsApp telah memakan banyak korban.

Akibat banyaknya insiden salah sasaran hingga menewaskan orang tak bersalah, WhatsApp kemudian mengatakan akan mencoba membatasi lebih dari 225 juta penggunanya di India untuk meneruskan pesan begitu saja.

Tak hanya itu, pihak WhatsApp juga mencoba untuk menghapus pilihan 'teruskan dengan cepat' yang muncul saat pesan diklik lama.

Upaya WhatsApp untuk menghentikan rumor palsu menyebar tak berhenti sampai di situ.

Perusahaan ini membuat iklan satu halaman penuh di surat kabar India soal tips tentang cara menemukan informasi yang salah.

Insiden pembunuhan karena rumor bukanlah hal baru di India.

Namun, jumlah kasus meningkat setelah smartphone mampu menjangkau seluruh masyarakat.

Akibatnya, rumor tersebar begitu cepat sebelum bisa diklarifikasi.

Serentetan serangan sebelumnya pernah terjadi pada orang-orang salah sasaran setelah muncul video penculikan anak tersebar Mei lalu. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas