Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Korban tewas akibat gempa besar yang mengguncang Provinsi Hokkaido, Jepang, Kamis (6/9/2018) dini hari meningkat menjadi 18 orang.

Hal itu disampaikan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, Jumat (7/9/2018).

Menurutnya bukan hanya korban jiwa, lebih dari setengah pulau berpenduduk 5,3 juta penduduk tersebut pun masih porak-poranda.

Baca: KPK Peringati Mensos Tidak Jadikan Dana Bansos sebagai Bancakan

Gempa berkekuatan 6,6 yang mengguncang sebelum fajar tersebit tersebut memicu tanah longsor dan mengubur sejumlah rumah.

Sejumlah infrastruktur pun hancur yang membuat akses sarana trasportasi di Hokkaido lumpuh.

Selain itu, hingga saat ini tercatat 26 orang masih dinyatakan hilang.

Baca: M. Taufik Laporkan ke DKPP, KPU: Itu Hak Warga Negara

Para pejabat Badan Meteorologi Jepang mengatakan guncangan gempa tersebut tercatat tertinggi dalam skala intensitas gempa Jepang.

Toshiyuki Matsumori dari Badan Meteorologi Jepang mengatakan mereka mengambil data seismik dari lokasi-lokasi baru untuk menganalisis gempa bumi hari ini.

Di kota Atsuma, gempa tercatat berintensitas 7 dalam skala intensitas gempa Jepang.

Gempa berkekuatan 6,7 tersebut mengguncang setelah pukul 3 pagi di bagian barat pulau Hokkaido dan menyebabkan aliran listrik terputus.

Baca: Ular Pemakan Mayat Bikin Heboh

Lebih lanjut tim penyelamat di Hokkaido mulai menggali reruntuhan dan lumpur untuk mencari korban selamat.

Sehari setelah gempa kuat mengguncang pulau tersebut, masih terjadi gempa susulan.

Di dekat pusat gempa, penyelamat bekerja sepanjang waktu di Kota Atsuma untuk mencari korban hilang.

Pejabat Badan Meteorologi memperingatkan bahwa gempa besar dapat kembali mengguncang wilayah tersebut dalam sepekan kedepan.

Banyak tempat di area metropolitan di Sapporo terkena dampak yang parah akibat gempa.

Ribuan orang telah dievakuasi ke tempat pengungsian yang dibuat di seluruh provinsi.

Para pejabat telah menerbitkan permintaan pasokan kepada pusat perbelanjaan dan toko swalayan karena persediaan makanan dan air semakin berkurang. (AFP/Reuters/Channel News Asia/NHK)