PM Prancis Akui Salah Saat Tangani Rompi Kuning, Tidak Sadar Aksi Akan Meluas
Sejumlah kota di Prancis mengalami kekacauan, para pengunjuk rasa melakukan tindakan yang tidak terkendali.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe telah mengakui bahwa pemerintah telah membuat kesalahan saat menyerahkan protes besar-besaran kepada kelompok 'Rompi Kuning'.
Kelompok tersebut telah 'mencengkeram' negara itu selama lima pekan terakhir melalui serangkaian protes yang akhirnya menyebar ke wilayah lainnya.
"Kami membuat kesalahan, seharusnya kami tidak cukup hanya dengan mendengarkan orang-orang Prancis saja, saya tetap yakin bahwa mereka (Rompi Kuning) ingin negara ini diubah," kata Philippe, kepada surat kabar Les Echoes, pada hari Minggu lalu.
Dikutip dari laman Russia Today, Senin (17/12/2018), kekerasan pada demonstrasi itu telah mencapai rekor lantaran ratusan pengunjuk rasa terluka akibat aksi berujung bentrokan yang digelar sejak 17 November 2018.
Bahkan setidaknya ada tujuh orang tewas selama protes dan para aparat kepolisian juga ada yang mengalami luka.
Baca: Akibat Insiden Saat Menyelam, Tubuh Pria Asal Peru Ini Membengkak Seperti Popeye
Sejumlah kota di Prancis mengalami kekacauan, para pengunjuk rasa melakukan tindakan yang tidak terkendali.
Mereka menghancurkan jendela toko, menjungkirbalikkan mobil, melakukan penjarahan dan membakar barikade.
Pusat kota pun diselimuti kabut yang berasal dari gas air mata, granat asap dan petasan.
Sebelumnya pada awal Desember, Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mengakui bahwa protes tersebut merupakan bencana bagi ekonomi dan bisnis di negara itu.
Pemerintah Prancis pun akhirnya mengerahkan keamanan besar-besaran dalam mengamankan protes yang semakin meluas, puluhan ribu petugas keamanan diturunkan untuk menjaga situasi agar tidak semakin ricuh.
Tidak hanya itu, kendaraan lapis baja milik Gendarmerie Prancis yakni polisi militer negara itu terlihat berguling di jalanan ibukota serta di beberapa kota lainnya yang terindikasi terjadi protes serupa.
Mengacu pada aksi protes yang telah berlangsung selama satu bulan itu, jumlah pengunjuk rasa yang ditahan telah mencapai 4.500 orang.
Perlu diketahui, sebelumnya dimulainya aksi adalah sebagai bentuk protes terhadap kenaikan harga bahan bakar yang rencananya akan diberlakukan pada Januari mendatang.
Pemerintah Prancis melalui Presiden Emmanuel Macron pun telah membatalkan rencana tersebut.
Namun pada akhirnya protes meluas dan para pengunjuk rasa merasa tidak puas kemudian menuntut lebih banyak konsesi, termasuk pajak yang lebih rendah.
Puncaknya, kelompok Rompi Kuning ini juga mendesak agar Macron mundur dari jabatannya.