Bagaimana Lansia di Tiongkok Atasi Masalah Kesehatan Demi Umur Panjang?
Anggota generasi tua atau lansia di Tiongkok—lebih terdidik dan gesit daripada generasi sebelumnya—memutuskan menangani kesehatannya sendiri.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Tiongkok ada di ambang pergeseran demografis. Pada dua dekade ke depan, ledakan kelahiran bayi 1960-an akan memasuki “jumlah lansia terbanyak dalam sejarah Tiongkok,” ungkap Yu Xie, sosiolog Princeton University.
Sementara pemerintah bersiap menghadapi peningkatan beban kerja pada sistem medis, anggota generasi tua atau lansia ini—lebih terdidik dan gesit daripada generasi sebelumnya—memutuskan menangani kesehatannya sendiri.
“Mereka merasa tak bisa mengandalkan pemerintah,” kata Xie, sehingga “beralih ke metode tradisional.”
Seringkali hal ini berupa pengobatan alternatif, seperti akupunktur dan pengobatan herbal. Namun terkadang, metode ini membuat orang “mencari solusi mudah dan cepat.”
Semakin banyak orang yang meninggalkan kota berpolusi dan kemudian membawa penyakit mereka ke “desa umur panjang".
Baca: Sumpek di Kota? Menyepilah ke Kampung Naga
Bama, daerah otonom dengan banyak penduduk berusia di atas seratus tahun, menerima setidaknya dua juta pengunjung per tahun. Pasien kanker dan korban stroke pergi ke sana untuk menjalani perawatan alami.
Pedesaan Tiongkok merengkuh potensi finansial dari jenis ekowisata ini, ungkap ekonom Karen Eggleston dari Stanford.
Namun, tanpa regulasi, populasi lansia ini mengalami risiko, “menjadikan mereka mangsa orang-orang yang mencari uang cepat,” ungkapnya.(*)
Berita ini sebelumnya telah dimuat di National Geographic Indonesia dengan judul Kisah Lansia Tiongkok Mencari Umur Panjang dengan Metode Tradisional