Kesaksian Dosen asal Indonesia yang Selamat dari Penembakan Brutal di Masjid Selandia Baru
Irfan Yuniarto, seorang dosen di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta telah selamat dari aksi penembakan
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - PEMBANTAIAN sadis telah terjadi di Masjid Christchurch Selandia Baru Jumat (15/3/2019).
Penembakan keji yang dilakukan oleh pelaku teror Branton Tarrant telah menorehkan duka bagi masarakat dunia.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan dalam teror ini terhitung menewaskan 49 orang dan lainnya luka parah dalam serangan teror di masjid Al Noor di kota Christchurch.
Pada saat penembakan tersebut, dikabarkan ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban saat berada di lokasi.
Enam WNI diketahui berada di dalam Masjid Al Noor, Christchruch.
Hal tersebut dinyatakan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi kepada wartawan di Indonesia melalui sejumlah media.
"Tiga warga negara Indonesia berhasil melarikan diri dan sudah bisa melakukan kontak," ujarnya.Pasca penembakan diketahui ada tiga WNI yang menjadi korban dalam tragedi berdarah tersebut.
Kedua WNI diidentifikasi sebagai Zulfirmansyah dan anaknya yang berinisial M yang baru berusia dua tahun.
Sedangkan satu WNI lagi yang menjadi korban dan akhirnya tewas adalah Lilik Abdul Hamid, seorang WNI yang bekerja sebagai teknisi Air New Zealand.
Sementara itu setelah adanya penyelidikan lebih lanjut, dari tiga korban WNI lainnya ternyata ada satu orang yang dinyatakan selamat dari tragedi penembakan.
Irfan Yuniarto, seorang dosen di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta telah selamat dari aksi penembakan dan telah memberikan kesaksian pada saat peristiwa penembakan terjadi.
Dilansir dari TribunJogja.com, siang itu, Jumat (15/3/2019) pukul 13.40 waktu Selandia Baru, Irfan Yunianto datang ke Masjid Al Noor dengan menggunakan sepeda untuk melaksanakan kewajibannya sebagai muslim, menunaikan salat Jumat.
Sudah dua tahun lebih Irfan melanjutkan studi di University of Otago, Selandia Baru.
Hari itu sedang hujan, Irfan datang ke Masjid Al Noor dengan menggunakan jaket yang sudah basah kuyup terguyur hujan.
Suasana Masjid waktu itu cukup lenggang, mungkin karena hari sedang hujan.
Saat itu, Irfan yang datang dengan jaketnya yang basah mengaku seharusnya dia sholat di ruang utama, namun karena takut nantinya dirinya mengganggu kekhusyukan jemaah lain, dia pun memilih untuk salat di ruang kecil.
Ruang tersebut biasanya digunakan untuk meeting, dan hanya digunakan sebagai tambahan saat salat Jumat ketika ruang utama masjid penuh.
Setelah selesai melakukan salat sunnah, dan kotbahpun mulai terdengar.
Sekitar 5 menit kemudian, terdengar suara tembakan di masjid.
Suara itu terdengar berulang - ulang, Irfan pikir hanya ada trafo sekitar masjid yang meledak.
Suara bertubi selanjutnya, Irfan baru yakin bahwa itu adalah tembakan yang memang sengaja dilakukan oleh seseorang.
"Sekitar 5 menit khotbah ada tembakan. Suara pertama dan kedua, saya pikir trafo meledak. Saya baru sadar kalau itu tembakan ketika sudah ada suara ketiga dan seterusnya," ungkapnya kepada awak media saat melakukan Video Call melalui WhatsApp pada Senin (18/3/2019).
Ruang kecil yang digunakan oleh Irfan untuk salat bersama beberapa orang lain sangat memudahkan baginya untuk segera keluar ke belakang masjid.
Di belakang masjid itulah banyak mobil-mobil terparkir.
Dengan perasaan takut bersama dengan 14 jamaah lainnya, dimana ada pelajar dari Indonesia juga, Irfan meloncat pagar setinggi 2 meter dengan naik ke atas mobil terlebih dahulu untuk bisa menjangkau pagar.
Setelah berusaha naik dan saling bantu, akhirnya Irfan bersama ke 14 orang lain bisa melarikan diri dengan masuk ke rumah orang yang berjarak 50 meter dari Masjid.
"Kebetulan ada mobil yang diparkir di pojok, kita naik ke pagar setinggi 2 meter. Saya dibantu teman yang lain. Akhirnya berhasil masuk rumah orang yang berjarak 50 meter dari masjid. Disana, sudah ada dua orang korban. Satu orang dengan luka di punggung, satu lainnya luka di kakinya, kemungkinan jatuh saat melarikan diri," ungkapnya.
Saat itu pikiran panik namun tetap berusaha untuk tenang campur aduk dalam otak Irfan.
Ia pun sempat memperingatkan beberapa orang untuk menjauh dari area masjid.
"Temen lain sudah ada yang langsung menghubungi polisi. Saya mencoba berpikir jernih di tengah kepanikan dan suasana mencekam. Akhirnya saya telpon supervisor saya, telpon saya angkat ke udara, agar dia tahu penembakan masih berlangsung dan teman-teman lain jangan ada yang ke area masjid. Saya juga coba WA KBRI karena mungkin juga masih salat. Teman-teman juga saya hubungi, jangan sampai ada yang ke area masjid," terangnya menerawang kejadian beberapa hari lalu.
Sekitar 10 menit suara tembakan berlangsung, akhirnya polisi datang kemudian disusul oleh ambulan bersama paramedik yang langsung mengevakuasi para korban tembakan.
Ketika itu semuanya saling mengutkan satu sama lain, ada pula salah satu jamaah yang sempat menayangkan secara live aksi teror tersebut.
Sekitar 5 jam bersembunyi, terhitung sejak pukul 14.00 kurang sampai pukul 18.30 waktu setempat, akhirnya polisi berhasil mengevakuasi Irfan bersama dengan 16 korban lainnya di tempat persembunyiannyan.
"Saya peringatkan orang-orang di kampus dan teman-teman saya melalui sambungan telepon, jangan ada yang ke masjid. Saat itu, kami dengan berat hati menonton tayangan aksi brutal peneror, meskipun kami menolak untuk melihat, namun kami ingin memastikan apakah saudara salah satu dari kami ada yang tertembak. Setelah mengunggu, akhirnya polisi datang dan mengambil identitas kami," terangnya.
Pukul 7.30 waktu setempat akhirnya, Irfan diantar pulang sampai rumah denga selamat.
Irfan tak pernah berpikir kejadian seperti ini akan dialamai dalam hidupnya.
Ia mengaku sebagai saksi mata yang langsung melihat kekejian aksi penembakan tesebut memberikan bekas tekanan psikis sampi saat ini.
"Kondisi saya Alhamdulillah baik-baik saja secara fisik. Namun sebagai saksi mata dan penyitas, saya mengalami tekanan psikis yang memerlukan beberapa waktu untuk bisa pulih."
"Kejadian ini bukan kota saja yang merasakan, namun seluruh New Zealand. Hari ini saya memberanikan diri, mencoba untuk melupakan dan kembali ke universitas agar tekanan psikis yang saya alami berangsur bisa pulih," katanya.
Untuk saat ini, meskipun masih dalam suasana berduka, beberapa Masjid sudah mulai dibuka.
Tidak ada yang menyangka New Zealand yang dikenal dengan keamanan dan kebersihannya, mendapatkan teror yang dilakukan oleh pelaku.
Pasca kejadian tersebut, Rektor UAD Kasiyarno mengutuk keras tindakan yang dilakukan oleh oknum teroris tersebut.
"Semua orang menyayangkan ini. Kami prihatin dan mengutuk keras aksi biadab tersebut. Saya harap pelaku yang sudah ditangkap bisa diberikan hukuman seadil-adilnya," terangnya kepada wartawan.(*)