Di Selandia Baru Rokok Elektrik Direkomendasikan Jadi Solusi Berhenti Merokok
Pemerintah Selandia Baru merekomendasikan rokok elektrik sebagai salah satu solusi bagi perokok untuk berhenti merokok.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Pemerintah Selandia Baru merekomendasikan rokok elektrik sebagai salah satu solusi bagi perokok untuk berhenti merokok.
Meskipun terdapat pelarangan di tempat-tempat umum, Departemen Kesehatan menilai rokok elektrik harus segera dikomunikasikan kepada publik sebagai produk yang lebih rendah risiko dibandingkan rokok.
Rencananya, pemerintah Selandia Baru akan meluncurkan kampanye ini pada Agustus mendatang. Sasaran utama dari kampanye ini adalah mereka para perokok dan terutama wanita muda Maori.
Pemerintah juga menyiapkan laman khusus yang menawarkan informasi dan tips tentang rokok elektrik yang mulai ditayangkan pada bulan ini.
Baca: Cerita Cinta Prada DP dan Vera Oktaria Sebelum Pembunuhan Sadis Terjadi
Baca: Pria yang Membuat Video Adu Domba TNI-Polri Minta Bantuan Hukum ke Tim Prabowo-Sandi
Baca: Fakta Terbaru Kasus Pembunuhan Vera Oktaria, Motif Pelaku hingga Hasil Autopsi
Baca: Emas Antam Ditransaksikan Lebih Mahal Rp 4.500 per Gram
Perempuan Maori menjadi fokus utama pemerintah karena tingkat merokok yang mencapai 32,5 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan total perokok di Selandia Baru yang sebesar 13,8 persen.
Selain itu, kampanye ini juga untuk mencegah remaja di bawah usia 18 tahun agar tidak mengonsumsi rokok elektrik.
Kampanye ini pun semakin menandai perubahan sikap Departemen Kesehatan, yang sebelumnya sangat berhati-hati menetapkan rokok elektrik sebagai salah satu opsi untuk berhenti merokok.
"Vaping (rokok elektrik) dimaksudkan untuk menjadi pintu gerbang yang aman bagi perokok yang beralih dari rokok," kata salah satu juru bicara di laman tersebut, seperti dikutip dari stuff.co.nz, beberapa waktu lalu.
Juru bicara Action on Smoking and Health, Ben Youden, menambahkan masih banyak orang yang bingung dengan rokok elektrik. Bahkan, ada yang menyamakan produk tersebut memiliki risiko kesehatan yang serupa dengan merokok.
"Konsensus ilmiah menunjukkan bahwa vaping (rokok elektrik) 95 persen lebih minim risiko daripada merokok," ujarnya.
Dan Foster, penduduk Wellington, menceritakan peralihan dari rokok kepada rokok elektrik memberikan efek positif terhadap kesehatannya. "Dulu saya menderita infeksi sinus yang sangat buruk setiap tiga bulan, namun sekarang benar-benar hilang," ucapnya.
Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) dan Ketua Gerakan Bebas TAR dan Asap Rokok (GEBRAK!) Aryo Andrianto meminta Kementerian Kesehatan untuk terbuka dalam melihat potensi produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, dalam memberikan solusi bagi perokok untuk berhenti dan dapat mengikuti jejak Selandia Baru.
Menurut dia, apa yang dilakukan pemerintah "Negeri Kiwi" tersebut menunjukkan bahwa rokok elektrik terbukti memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok. Sebelumnya, penelitian dari Public Health England, divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris, juga menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah hingga 95 persen daripada rokok.
"Kami menyambut gembira kabar ini karena keberadaan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, semakin diakui di luar sana. Hanya saja kami masih menyayangkan sikap pemerintah Indonesia yang masih memandang negatif terhadap produk tembakau alternatif ini," ujar Aryo dalam keterangannya, Selasa (14/5/2019).
Aryo pun berharap pemerintah semakin terbuka terhadap kehadiran produk tembakau alternatif. Selain itu, dia menyarankan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) juga melakukan kajian ilmiah.
"Kajian ilmiah ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru bagi pemerintah bahwa produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, dapat menjadi salah satu solusi untuk menurunkan prevalensi merokok di usia dewasa," ucapnya.