Duto Hardono Tampilkan Komunikasi Purba Lewat Harmonisasi Kata di Galeri Nasional Australia
Suara merdu bersahut-sahutan memenuhi ruang utama Galeri Nasional Australia.
Penulis: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, CANBERRA - Suara merdu bersahut-sahutan memenuhi ruang utama Galeri Nasional Australia.
Suara tersebut bersumber dari 12 orang pria dan wanita yang berjalan pelan di setiap sisi Galeri Nasional Australia.
Mereka melantunkan kata In. Beberapa orang lainnya menyuarakan Harmoniae.
Adapula yang menyampaikan kata Progressio.
Kata yang bersahut-sahutan itu menimbulkan komposisi musik yang menawan meskipun sederhana.
Para pengunjung Galeri Nasional Australia ada yang mengikuti lantunan kata tersebut.
Beberapa lainnya mengabadikan para penyanyi yang berimprovisasi dalam gerakan.
"Mereka saling menerima aksi dan reaksi. Ketika yang lain mengisi ritem yang berbeda. Lalu ada yang melengkapinya jadi aksi dan reaksi. Ini prinsip dasar kita berkomunikasi secara purba," kata seniman Duto Hardono yang menjadi peserta Contemporary Worlds: Indonesia di Galeri Nasional Australia.
Duto menampilkan karya Variation & Improvisation for 'in harmonia progressio' yang diciptakan pada tahun 2017.
Karya tersebut pertama kali ditampilkan di Museum Macan, Jakarta.
Karya Duto mempunyai sejumlah syarat.
Diantaranya ditampilkan oleh 12-15 orang dari berbagai ras, usia dan gender.
Dosen ITB itu menggandeng pihak galeri untuk mencari para penyanyi.
"Terpenting fit, mereka (pihak galeri) mendapat 14 orang yang bisa bergantian shift. Minimal 12 orang, gerakannya bebas," kata Duto saat ditemui jurnalis media visit yang digelar Kedubes Australia.
Para penyanyi melafalkan satu kata dari kalimat yang merupakan motto ITB.
Lalu mereka lafalkan secara berulang-ulang menjadi instrumen.
Duto mengatakan pesan yang disampaikan akan selalu berbeda.
Bila orang yang mendengarkan memiliki latar belakang musik, maka akan melihatnya sebagai akustik yang bagus dari permainan sederhana.
Hal itu berbeda bila orang yang mendengarkan berlatar linguistik.
"Jadi ini fokus saat karya dihadirkan di NGA, lalu di hari yang berbeda atau ditampilkan di museum atau negara lain, maka pesan yang diterima juga berbeda," ungkapnya.
Baca: Makan Siang Sambil Menikmati Seni Patung di Taman Galeri Nasional Australia
Baca: Aksi Tisna Sanjaya Berdialog soal Perdamaian di Galeri Nasional Australia
Duto pun kagum atas karyanya yang dibawakan orang Australia.
Karena mereka terpilih berdasarkan kasting yang dilakukan pihak galeri.
"Karena dari berbagai ras, ada yang difabel, transgender. Ini karyanya menjadi lebih kuat," kata Duto.