Kebijakan Baru, Arab Saudi Izinkan Turis Bukan Suami-Istri Bisa Check-in di Hotel
Kebijakan ini ditempuh setelah Kerajaan Saudi meluncurkan rezim visa turis baru untuk menarik wisatawan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, RIYADH - Arab Saudi akan mengizinkan pria dan wanita asing menyewa kamar hotel bersama tanpa mereka harus menunjukkan bukti hubungan atau kartu keluarga.
Kebijakan ini ditempuh setelah Kerajaan Saudi meluncurkan rezim visa turis baru untuk menarik wisatawan.
Selain itu, Wanita, termasuk perempuan Saudi, juga diizinkan untuk menyewa kamar hotel sendiri tanpa perlu pendamping.
Langkah-langkah itu tampaknya membuka jalan bagi perempuan tanpa pendamping untuk melakukan perjalanan lebih mudah dan bagi pengunjung asing yang belum menikah untuk tetap bersama di Arab saudi, tempat seks di luar nikah dilarang.
Baca: Arab Saudi Terapkan Aturan Kesopanan Bagi Turis Asing
Komisi Saudi untuk Pariwisata dan Warisan Nasional mengkonfirmasi laporan pada Jumat (4/10/2019) oleh surat kabar berbahasa Arab Okaz, menambahkan, semua warga negara Saudi diminta untuk menunjukkan kartu keluarga atau bukti hubungan saat check in ke hotel.
Ini tidak wajib dari turis asing.
"Selain itu, semua wanita, termasuk dari Saudi, dapat memesan dan tinggal di hotel sendirian, memberikan kartu identitas pada saat check-in," sebut Komisi Saudi untuk Paiwisata dan Warisan Nasional seperti dikutip Reuters.
Pekan lalu, Arab Saudi membuka pintunya untuk wisatawan asing dari 49 negara ketika mencoba untuk menumbuhkan sektor itu dan mendiversifikasi ekonominya menjauh dari ekspor minyak.
Baca: Agar Bisa Mengemudi, Wanita Arab Saudi Gunakan Kontrak Pernikahan
Sebagai bagian dari langkah ini, ditetapkan bahwa pengunjung tidak perlu mengenakan jubah hitam yang menutupi semua tetapi harus berpakaian sopan. Alkohol tetap dilarang.
Arab Saudi relatif tertutup selama beberapa dekade.
Pria dan wanita yang tidak memiliki ikatan resmi, termasuk orang asing, dapat dihukum berat karena dianggap berhubungan di depan umum.
Kode sosial yang ketat telah dilonggarkan dalam beberapa tahun terakhir dan hiburan yang sebelumnya dilarang telah berkembang.
Tetapi masuknya wisatawan dapat mendorong batas lebih jauh dan risiko serangan balasan yang konservatif.
Arab Saudi menargetkan 100 juta kunjungan wisatawan per tahun pada tahun 2030.
Negeri kerajaan ini sebelumnya telah mengakhiri larangan bagi wanita untuk mengemudi pada tahun lalu.
Lalu pada bulan Agustus 2019, Saudi memberi wanita hak baru untuk bepergian ke luar negeri, memotong sistem perwalian ke kerabat laki-laki untuk menyetujui keputusan penting wanita sepanjang hidup mereka.
Perubahan itu adalah bagian dari agenda ambisius reformasi ekonomi dan sosial Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman.
Rencananya telah menerima pujian internasional, tetapi citranya telah ternoda oleh pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Sampai sekarang, orang asing yang bepergian ke Arab Saudi sebagian besar terbatas pada pekerja tetap, pelancong bisnis, dan peziarah muslim yang diberikan visa khusus untuk mengunjungi kota suci Mekah dan Madinah.
Tak harus pakai abaya
Pemerintah Arab Saudi, pada Jumat (27/9/2019) lalu juga resmi akan mulai terbuka untuk pariwisata dan menawarkan visa turis untuk pertama kalinya.
Langkah tersebut akan semakin membuka negara kerajaan Islam ultra-konservatif itu bagi wisatawan sebagai bagian dari menghidupkan perekonomian di sektor pariwisata.
Pariwisata juga menjadi salah satu upaya pemerintah Arab Saudi untuk mendiversifikasikan ekonominya menjauh dari minyak bumi.
Sebagai konsekuensi dibukanya pariwisata di kerajaan itu, pemerintah juga akan melonggarkan aturan berpakaian bagi turis wanita asing yang tidak diharuskan mengenakan abaya di tempat umum.
"Kita membuat sejarah pada hari ini," ujar Kepala Pariwisata Arab Saudi Ahmed al-Khateeb dalam sebuah pernyataan.
"Untuk pertama kalinya, kami akan membuka negara kami untuk wisatawan dari seluruh dunia," tambahnya, dikutip AFP.
Baca: Dua Jemaah Haji Asal Lhokseumawe dan Pidie Meninggal di RSAS King Faisal Mekkah
Dengan dibukanya pintu pariwisata di Arab Saudi, warga negara dari 49 negara akan berhak mendapatkan visa online maupun visa on arrival, termasuk warga Amerika Serikat, Australia, dan sejumlah negara Eropa.
Program pariwisata memang menjadi salah satu program reformasi Visi 2030 dari Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, dalam mempersiapkan perekonomian negaranya untuk era pasca-minyak.
Namun negara konservatif, yang melarang alkohol dan terkenal dengan pemisahan pria dan wanita, itu dipandang tidak mungkin menjadi tujuan pariwisata global, selain untuk para peziarah Muslim yang hendak mengunjungi tempat-tempat suci di Mekkah dan Madinah.
Otoritas pariwisata tetap tegas bahwa Arab Saudi tidak akan mengizinkan alkohol, tetapi Khateeb mengatakan tidak ada batasan bagi turis wanita asing yang tidak ditemani dan tidak diwajibkan mengenakan abaya di tempat umum.
Sebelumnya, visa bagi warga asing yang ingin mengunjungi Arab Saudi hanya dibatasi untuk pekerja asing dan keluarga mereka, serta para peziarah Muslim yang hendak melakukan ziarah ke situs suci di Mekkah dan Madinah, atau untuk ibadah umroh dan haji.