Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Sangat Sulit Lengserkan Donald Trump di Level Senat AS

Di Senat, kata dia, Partai Demokrat yang menginisiasi pemakzulan di DPR, kalah suara dengan Partai Republik yang mendukung Trump.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pengamat: Sangat Sulit Lengserkan Donald Trump di Level Senat AS
Instagram @realdonaldtrump
Meski sangat kecil kemungkinan Donald Trump untuk lengser, pemakzulan oleh DPR tetap dilakukan. Partai Demokrat ungkap alasannya 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan pemakzulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump masih sangat panjang prosesnya.

Pemakzulan Trump oleh House of Representatives (HOR) atau DPR AS, masih tahap awal dan masih harus melewati sejumlah proses lainnya.

"Ini sebagai dinamika demokrasi di Amerika. Dinamika yang terjadi di AS masih akan cukup panjang karena satu sisi Demokrat mendorong pemakzulan, sedangkan Republik menolak," ujar Emrus kepada Tribunnews.com, Kamis (19/12/2019).

Karena setelah dari DPR, wacana pemakzulan Trump masih harus dilanjutkan ke level Senat AS.

Di Senat, kata dia, Partai Demokrat yang menginisiasi pemakzulan di DPR, kalah suara dengan Partai Republik yang mendukung Trump.

"Menurut saya, tidak gampang bagi Demokrat untuk melawan dominasi suara partai Republik di Senat," jelasnya.

Baca: Trump Dimakzulkan, Pengamat: Tidak Terlalu Berpengaruh ke Indonesia

Karena membutuhkan setidaknya dua per tiga dukungan dari total 100 senator untuk menyingkirkan Donald Trump dari jabatannya.

Berita Rekomendasi

Artinya 67 senator harus memberikan dukungan untuk meloloskan pemakzulan terhadap Trump.

Sedangkan suara Demokrat hanya berjumlah 45. Karenanya masih butuh setidaknya 22 orang Republik yang membelot.

"Tapi sangat sulit 22 suara Republik itu akan bergeser ke Demokrat," tegasnya.

Baca: Dradjad Wibowo: Trump akan Dibela Senat Amerika

Karena itu, imbuh dia, masih sangat sulit untuk langsung menyimpulkan Trump akan dimakzulkan.

"Yang dilakukan DPR AS masih tahap awal. Jadi masih tidak akan mudah untuk menjatuhkan Trump, apalagi di Amerika menganut sistem presidensial, bukan parlementer," jelasnya.

Menurut dia, kecil kemungkinan agenda pemakzulan Trump akan terjadi. Karena pada 2020 mendatang, juga akan digelar pemilihan presiden di AS.

Dalam sejarah AS, Trump menjadi presiden setelah Andrew Johnson (1868), dan Bill Clinton (1998) yang dimakzulkan di level DPR AS.

Baca: Resmi Dimakzulkan oleh DPR AS, Kini Nasib Donald Trump Bergantung Pada Keputusan Senat AS

Masih belum ada presiden AS berhasil dimakzulkan hingga level Senat.

 Setelah dari DPR ke Senat

Presiden Donald Trump diputus memenuhi dua pasal pemakzulan yang diajukan oleh DPR AS Rabu (18/12/2019).

Dua pasal pemakzulan Trump yang disidangkan itu adalah penyalahgunaan kekuasaan serta menghalangi penyelidikan Kongres.

Selepas dari DPR AS, agenda selanjutnya adalah membawa dua pasal pemakzulan itu ke level Senat yang dijadwalkan bersidang Januari 2020 mendatang.

Untuk itu membutuhkan setidaknya dua per tiga dukungan dari total 100 senator untuk menyingkirkan Donald Trump dari jabatannya.

Baca: Perbandingan Pemakzulan Donald Trump dan 3 Presiden AS Lain Serta Dampaknya pada Pemilu Selanjutnya

Ini berarti 67 senator harus memberikan dukungan, di mana Demokrat yang berjumlah 45 butuh setidaknya 22 orang Republik yang membelot.

Dilansir The Telegraph, Hakim Ketua Mahkamah Agung John Roberts bakal bertindak sebagai pengadil dalam sidang pemakzulan Trump.

Ke-100 senator itu bakal bertindak sebagai juri, di mana mereka akan mendengarkan dalam diam dua pasal pemakzulan yang menerpa presiden 73 tahun itu.

Dua Pasal Impeachment Terhadap Trump

Parlemen Amerika Serikat (AS) memakzulkan Presiden Donald Trump atas tuduhan "kejahatan tingkat tinggi" dan "pelanggaran ringan," dan menjadikannya presiden ketiga dalam sejarah yang dicopot Senat.

Dilansir dari New York Times, Kamis (19/12/2019), Presiden Trump dinyatakan bersalah atas dua pasal impeachment terhadapnya, antara lain karena penyalahgunaan kekuasaan dan upaya menghalangi Kongres.

Setelah sekira delapan jam perdebatan kontroversial yang menggarisbawahi perpecahan yang mendalam di negara AS, parlemen akhirnya memakzulkan Trump.

Baca: DPR Ungkap Alasan Dilakukannya Pemakzulan meski Donald Trump Diprediksi Bebas di Tingkat Senat

Semua anggota parlemen mendukung pemakzulan Trump kecuali dua anggota Demokrat.

Trump dimakzulkan karena diduga telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan.

Presiden AS itu dianggap menggunakan kekuatan pemerintahannya untuk menekan Ukraina mengumumkan hasil penyelidikan yang dapat mendiskreditkan lawan politiknya.

Pemungutan suara untuk pemakzulan Trump karena kasus ini berjumlah 230 hingga 197 suara.

Perwakilan Jared Golden dari Maine Kemudian bergabung dengan Partai Republik, menyuarakan penentangan terhadap upaya penghalangan biaya Kongres oleh Trump.

Voting untuk pemakzulan Trump dalam kasus ini berjumlah 229 hingga 198 suara.

Selain itu tidak ada Partai Republik yang memilih salah satu pasal impeachment yang dicanangkan tersebut.

Perwakilan Justin Amash, seorang independen dari Michigan memberikan suara untuk kedua pasal impeachment tersebut.

Selain itu, perwakilan Tulsi Gabbard, Demokrat Hawaii, yang mencalonkan diri sebagai presiden juga memberikan suara "hadir" untuk kedua pasal impeachment yang ditujukan untuk Trump.

Dia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dia tidak bisa "dengan hati nurani yang baik" memilih ya atau tidak.

Baca: Diimpeach, Donald Trump Mencak-mencak dan Mengutuk DPR Amerika

"Saya berdiri di tengah dan telah memutuskan untuk memilih sekarang. Saya tidak bisa memilih dengan suara hati yang menentang pemakzulan karena saya percaya Presiden Trump bersalah karena kesalahan,” katanya.

"Saya juga tidak dapat memilih dengan suara nurani untuk pemakzulan karena pemecatan presiden yang duduk tidak boleh menjadi puncak dari proses partisan, didorong oleh permusuhan suku yang telah begitu parah memecah belah negara kita," tambahnya.

Persidangan bersejarah di Senat diperkirakan akan dimulai awal tahun depan, yang memberikan para senator keputusan terakhir tentang apakah membebaskan presiden ke-45 atau terpidana dan mengeluarkannya dari jabatan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas