Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

LDII: Indonesia Perlu Waspadai Tren Bangkitnya Nasionalisme Baru di Banyak Negara

Fenomena perang dagang, Brexit dan peningkatan anggaran militer itu menunjukkan menunjukkan tren meningkatkan nasionalisme baru di banyak negara

Penulis: Choirul Arifin
zoom-in LDII: Indonesia Perlu Waspadai Tren Bangkitnya Nasionalisme Baru di Banyak Negara
IST
Konferensi pers 'Refleksi Akhir Tahun LDII' di kantor LDII Jakara, Senin (30/12/2019) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia (LDII) menyatakan prihatin atas masih berlanjutnya perang dagang antara Amerika Serikat-China yang imbasnya juga dirasakan banyak negara lain seperti Indonesia. Begitu juga fenomena keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan meningkatnya anggaran belanja militer sejumlah negara.

"Fenomena perang dagang, Brexit dan peningkatan anggaran militer itu menunjukkan menunjukkan tren meningkatkan nasionalisme baru di banyak negara," ungkap Ketua DPP LDII Prasetyo Sunaryo dalam acara konferensi pers bertajuk 'Refleksi Akhir Tahun LDII' di Kantor DPP LDII, Senin (30/12/2019).

Karenanya, Prasetyo mengingatkan agar Pemerintah RI antisipatif terhadap semua fenomena tersebut agar tidak menjadi korban dan dirugikan  "Perubahan-perubahan tersebut ini menunjukkan lebih jelas seperti apa arah kerjasama antar negara ke depannya, meskipun bentuk kerjasama yang lebih mapan masih belum terlihat," ungkapnya.

Prasetyo menegaskan, Indonesia harus mengambil positioning yang jelas dan harus bisa mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhannya. "KIta harus bisa mengidentifikasi kebutuhan kita apa, kebutuhan mereka apa, dan apa yang bisa saling dikerjasamakan," jelasnya.

Dia mencontohkan tentang rencana ratifikasi kerjasama dagang antara Indonesia-Australia. "Bagi kita yang perlu disiapkan adalah antisipasinya dari sisi Indonesia. Misalnya untuk ambil bargain position kita terhadap Australia. Negosiator Indonesia harus tahu kebutuhan Indonesia apa," bebernya.

Baca: Refeleksi Akhir Tahun LDII Ajak Semua Pihak Atasi Tantangan Abad 21

Ketua DPP LDII Chriswanto Santoso menilai, dalam berbagai misi diplomatik, termasuk di bidang ekonomi, Indonesia selama ini masih lemah dalam memahami diri sendiri.

Dia mencontohkan perang dagang antara AS dan China yang sempat memanas dan menyebabkan China mengeluarkan 33 perusahaan yang berinvestasi di China dari negaranya.

BERITA REKOMENDASI

Langkah China tersebut disambut Vietnam dengan menerima mereka berinvestasi di negaranya.

"Dari 33 perusahaan yang menjadi korban kebijakan perang dagang AS-China, 26 diantaranya berinvestasi masuk ke Vietnam. Ekses perang dagang ini membuat Indonesia tidak mampu memanfaatkan peluang, karena komoditi yang diekspor Indonesia ke China selama ini umumnya adalah bahan baku," ungkap Chriswanto Santoso.

Dia juga mengingatkan, Indonesia akan mengalami ledakan penduduk menjadi 309 juta jiwa pada 2045. Karenanya, Indonesia harus menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mampu menjawab aneka tantangan abad XXI.

Selama ini, perlambatan ekonomi dunia sudah mulai berimbas pada perekonomian domestik. Antara lain, sudah lebih dari lima tahun perekonomian Indonesia tumbuh stagnan hanya di kisaran 5 persen.

"Menyiapkan pendidikan berkualitas merupakan tantangan seluruh komponen bangsa agar terwujud SDM berkualitas sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia abad XXI," ungkap Chriswanto Santoso.


Dia menjelaskan, di bidang pendidikan, LDII telah mencanangkan program Tri Sukses. Yakni mewujudkan generasi penerus yang alim fakih (memiliki pengetahuan dan pemahaman agama yang kuat), berakhlakul karimah, dan mandiri di semua pondok pesantren dan lembaga pendidikan LDII.

"Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, pahami agama dulu sebelum kamu sekalian menjadi pemimpin," ungkapnya.

Dia menambahkan, LDII juga menanamkan kepada warganya dengan pendidikan karakter enam thobiat luhur yang terdiri dari watak jujur, amanah, muzhid-mujhid, rukun, kompak, dan kerja sama yang baik.

Dalam aspek teknologi, pihaknya mendorong pengembangan riset di lingkungan perguruan tinggi, lembaga riset pemerintah dan swasta yang difokuskan pada riset terapan yang bisa diimplementasikan menjadi produk nyata.

"Pemerintah hendaknya mempertimbangkan ada nya dana riset abadi yang memberi ruang bagi para peneliti untuk memilih dan mengembangkan riset-riset untuk pemecahan masalah yang dihadapi bangsa ini."

“Mengintegrasikan lembaga-lembaga riset yang dimiliki pemerintah dan bersinergi dengan lembaga riset swasta diharapkan dapat menghasilkan lebih banyak riset yang inovatif, cepat, responsif, adaptif, terhadap perubahan dan disrupsi teknologi," ujar Chriswanto Santoso.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas