Kecenderungan 'Predator Seks' Reynhard Sinaga, Psikolog: Tak Ada Hasil Riset Tentang Kejahatan Ini
Psikolog Forensik STKI, Reza Indragiri mengungkapkan, modus yang dilakukan oleh Reynhard Sinaga adalah yang paling sering dilakukan.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Psikolog Forensik STKI, Reza Indragiri mengungkapkan, modus yang dilakukan oleh Reynhard Sinaga adalah yang paling sering dilakukan.
Modusnya adalah, grooming behaviour, biasa dilakukan dari anak-anak, bahkan orang dewasa.
Berlagak untuk menjadi baik dengan penuh tipu muslihat.
Namun, untuk kejahatan yang dilakukan Reynhard ini berbeda.
Pada umumnya, pelaku adalah korban di masa lalu dan kemudian melakukan balas dendam di masa depan.
Untuk kasus Reynhard ini tidak demikian.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Reza dalam acara Sapa Indonesia Malam yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Selasa (7/1/2020).
Awalnya Reza disinggung soal pernyataan Seksolog Universitas Indonesia Zoya Amirin yang mempertayakan soal masa lalu Reynhard.
Yakni ada kecenderungan Reynhard pernah menjadi korban di masa lalu sehingga melakukan perbuatan ini saat ia dewasa.
"Justru sampai sekarang saya tidak menemukan hasil riset satupun tentang kejahatan jenis ini," terang Reza.
Kebanyakan hasil riset adalah menyimpulkan seseorang yang mengalami kekerasan seksual pada usia anak-anak ketika dewasa akan menjadi predator bagi anak-anak.
"Tapi saya belum pernah menemukan hasil riset, anak-anak yang mengalami kekerasan seksual tumbuh dewasa menjadi pelaku perkosaan dengan korban juga orang dewasa, saya belum pernah membaca risetnya," terangnya.
Jadi, apabila pada waktu kecil seseorang menjadi korban, maka ketika ia dewasa akan mencari korban anak kecil juga.
"Betul, itu adalah riset yang selalu saya baca konsisten seperti itu," tegas Reza.
Belum pernah ada hasil riset dalam kasus yang dilakakukan Reynhard.
"Itu sebabnya saya katakan bahwa analisa tentang masa lalu Reynhard atau pelaku adalah sesuatu yang penting," ungkapnya.
"Tetapi ketika kita sudah masuk ke proses hukum, kita harus berhati-hati," tambahnya.
Sebab, ketika menemukan celah adanya upnormalitas psikologis tertentu pada diri pelaku, kemungkinan akan dimanfaatkan sebagai unsur peringanan bahkan unsur pemaaf.
"Beruntung bahwa dari liputan media yang saya baca tentang kasus ini, hakim tidak memberikan unsur keringanan apapun," terang Reza.
"Apa yang ingin saya tafsirkan? Boleh jadi hakim juga dalam tanda petik menutup mata terhadap segala macam riwayat psikologis orang," ungkapnya.
Reynhard telah melakukan kejahatan dengan modus sedemikian rupa, dengan korban yang sedemikian rupa, bahkan melakukan penyalahgunaan obat-obatan.
"Maka dijatuhi hukuman seberat-beratnya," tambahnya.
Reza mengapresiasi Pengadilan Manchester yang tidak memberikan keringanan hukuman sama sekali untuk Reynhard.
"Saya tidak membaca dari pemberitaan media ya, bahwa disamping hukuman sekian puluh tahun penjara ada rehabilitasi, saya tidak baca itu," terangnya.
"Tapi satu hal yang saya sesalkan, mengapa tidak ada putusan terkait kewajiban ganti rugi bagi korban," tambahnya.
Diketahui, nama Reynhard Sinaga, pria asal Jambi ini tengah menjadi sorotan publik.
Namanya mencuat setelah terbukti bersalah dalam 159 kasus pemerkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria.
Akibat kejahatannya, ia dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, Inggris, Senin (6/1/2020).
Para korban Reynhard adalah pria berkulit putih asal Inggris yang rata-rata berusia 20 tahun.
Reynhard melakukan semua aksinya di apartemen pribadi miliknya yang berada di Manchester.
Di sekitar kawasan tempat tinggalnya tersebut, terdapat sejumlah klab malam, di mana anak-anak muda sering berkumpul dan minum-minum.
Dalam pemilihan korbannya, Reynhard memilih korban yang tengah dalam konsisi mabuk, agar lebih mudah untuk diajak.
Setelah korban berhasil dibawa Reynhard ke apartemennya, Reynhard segera membius korban menggunakan obat yang telah dicampur minuman beralkohol.
Ketika korban tak sadarkan diri, ia lantas melakukan aksinya.
Tak hanya diperkosa, saat mencabuli korban, Reynhard juga merekam aksinya menggunakan ponselnya.
Setelah mencabuli korban, Reynhard lantas mengambil barang-barang pribadi milik korbannya.
Barang-barang tersebut berupa jam, kartu identitas, hingga foto profil akun media sosial korban.
Saat korban telah sadarkan diri, Reynhard lantas merangkai cerita palsu terhadap para korbannya.
Reynhard mengarang cerita bahwa para korbannya mabuk dan datang ke apartemen miliknya untuk mengisi daya handphone selulernya.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)