Virus Corona Kian Menyebar, Amerika Serikat Umumkan Kembangkan Vaksin
Virus Corona yan disinyalir berasal dari Wuhan, China menjadi perhatian banyak negara.
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Virus Corona yan disinyalir berasal dari Wuhan, China menjadi perhatian banyak negara.
Dilansir dari Kompas.com, satu di antaranya di Amerika Serikat ( AS).
AS telah mengumumkan, saat ini mereka tengah mengembangkan vaksin untuk memerangi wabah virus corona.
Selain itu, Negeri "Uncle Sam" juga mendesak pemerintah China untuk meningkatkan kerja sama dengan otoritas kesehatan internasional.
Menurut pejabat Institut Kesehatan Nasional (NIH) Anthony Fauci, mereka sudah membantuk tim untuk mempelajari data mentah soal virus corona.
"Kami sudah memulainya di NIH, dan bekerja sama dengan beberapa pihak untuk mengembangkan vaksin itu," terang Fauci dikutip AFP Selasa (28/1/2020).
Nantinya, proses fase pertama uji coba bakal dilakukan selama tiga bulan, kemudian tiga bulan lainnya adalah melalukan pengumpulan data.
Proses pengumpulan data dilakukan sebelum AS memulai fase kedua, di mana pengembangan obatnya bakal diambil alih firma bioteknik, Moderna.
"Kami melakukannya seakan kami sudah harus mengirim vaksinnya. Dengan kata lain, kami harus siap dengan skenario terburuk, penyakit ini bakal jadi wabah besar," papar Fauci.
China menerima kritikan buntut cara mereka menangani Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS) yang menjadi wabah di daratan utama dan Hong Kong pada 2002-2003, di mana ratusan orang terbunuh.
Fauci mengatakan, saat wabah itu merebak ke seluruh dunia, sebenarnya ilmuwan sudah mengembangkan vaksin. Namun belum pernah digunakan.
Terpisah, kepala peneliti Johnson & Johnson, Paul Stoffels menuturkan, perusahaan yang berbasis di New Jersey, AS, itu juga tengah mencari tahu vaksin virus corona.
Stoffels menjelaskan, mereka melakukan pengembangan obat berbekal metode penanganan Ebola yang saat ini dipakai di Republik Demokratik Kongo dan Rwanda.
"Teknologi yang saat ini juga kami ujicobakan terhadap calon obat untuk HIV dan Zika," papar Stoffels seperti dilansir AFP.