130 Turis Inggris Terdampar di Bandara Ngurah Rai, Tak Bisa Pulang karena Pembatasan Penerbangan
Warga Inggris yang kini terjebak di Bali, Indonesia mengeluh pada pemerintah agar dipulangkan kembali.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Warga Inggris yang kini terjebak di Bali, Indonesia mengeluh pada pemerintah agar dipulangkan kembali.
Mereka mengatakan khawatir dengan perkembagan Covid-19 di Indonesia saat ini.
Mayoritas mereka adalah wisatawan yang memang terbang ke Pulau Dewata untuk menghabiskan liburan.
Melansir Guardian, salah satu pasangan wisatawan mengatakan bahwa mereka mencoba anjuran dari Kantor Luar Negeri untuk segera kembali ke Inggris.
Baca: Pemprov Bali Umumkan Enam PDP Positif Covid-19, Dua di Antaranya WNI Asal Bali
Baca: Ada Pandemi Global Virus Corona, Tempat Wisata di Bali Ditutup Sementara
Lantaran wabah Covid-19 makin masif peningkatannya di Indonesia.
Namun setibanya mereka berdua ke bandara, ternyata ada larangan penerbangan dari sejumlah negara transit pesawat tersebut.
Akhirnya sebuah grup di Facebook dibentuk untuk memberi bantuan kepada warga Inggris yang terdampar ini.
Setidaknya ada 130 yang terdaftar dalam grup tersebut.
Pada Selasa lalu, mereka berbagi kisah dan cerita bagaimana ditolak oleh negara transit pesawatnya.
Rata-rata mereka transit di sejumlah negara antara lain Hong Kong, Singapura, Uni Emirat Arab yang seluruhnya menolak penumpang dari Indonesia.
Para turis ini mendesak pemerintah agar mau memulangkan mereka.
Di dalam grup itu juga tersebar berbagai kontak angota parlemen Inggris yang bisa membantu mereka kembali ke negaranya.
Para warga Inggris yang terjebak ini memiliki profesi penting di tengah wabah Covid-19.
Antara lain staf NHS, guru, sipir penjara, pemadam kebakaran, apoteker, pekerja distribusi makanan, dan tentara cadangan.
Beberapa mengatakan mereka diberitahu maskapai penerbangan Emirates bahwa mungkin harus tinggal di Bali selama tiga bulan.
Bagi seorang pelancong seperti Pauline Bennett, penundaan bisa berakibat fatal.
"Dia bilang 'kamu mungkin harus tinggal selama tiga bulan' dan aku hampir pingsan pada saat itu, karena kupikir, aku akan mati," katanya.
Bennett menderita sakit sumsum tulang dan harus mengonsumsi obat kemoterapi setiap hari untuk mencegah stroke.
Bennett mengaku dia hanya punya cukup persediaan obat untuk bertahan hingga Sabtu.
"Aku kehabisan (obat) kemo," katanya.
"Saat kamu punya masalah kesehatan mendasar dan obat-obatan hampir habis, ini adalah situasi yang menyedihkan."
"Sangat menghebohkan, aku sangat bingung," tambah Bennett.
Bennett melakukan perjalanan ke Bali bersama suaminya, Steven, pada awal Maret lalu.
Pasangan ini melakukan liburan bulan madu mengunjungi putri mereka yang tinggal di Australia.
Karena kondisi kesehatannya, ia memeriksakan diri ke dokter umum dan dokter lain sebelum bepergian.
Para dokter pun mengatakan bahwa kondisinya saat itu aman.
Dia mendapat imbauan untuk segera kembali ke Inggris karea wabah Covid-19 yang semakin membesar.
Lantas dia dan suaminya memesan penerbangan pulang dengan jadwal penerangan pada Senin lalu.
Nahasnya saat mereka tiba di bandara, justru Bennett mendapat informasi bahwa penerbangannya ditangguhkan karena ada pembatasan penerbangan ke daerah Uni Eropa.
"Mereka perlu melakukan sesuatu untuk memulangkan kami kembali," ujar Bennett.
"Bagaimana mungkin pemerintah membiarkan kita di sini seperti ini?" tambahnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)