TERBARU Pelaku Teror Penembakan Brutal di Masjid Selandia Baru Tahun Lalu Akhirnya Mengaku Bersalah
TERBARU Pelaku Teror Penembakan Brutal di Masjid Selandia Baru Tahun Lalu Akhirnya Mengaku Bersalah
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Pelaku teror dan pembunuhan 51 jemaah masjid di Christchurch, Selandia Baru, tahun lalu, akhirnya mengaku bersalah, menurut Kepolisian Selandia Baru seperti yang dilansir CNN.com Kamis (26/3/2020).
Tahun lalu, pria warga negara Australia Brenton Tarrant, tidak mengaku bersalah atas 92 tuntutan.
Ke-92 tuntutan itu termasuk 51 pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan, dan satu pasal tentang terorisme.
Namun, setelah digelarnya pemeriksaan di Pengadilan Tinggi Christchurch Kamis (26/3/2020) pagi, Tarrant mengaku bersalah atas semua tuntutan.
Baca: Selandia Baru Umumkan Status Darurat Nasional Virus Corona atau Covid-19
Tarrant tidak hadir langsung dalam pemeriksaan.
Ia menjalani pemeriksaan via link audiovisual dari dalam penjaranya di Auckland.
Tarrant dijadwalkan kembali ke persidangan pada bulan Mei mendatang.
Kepolisian Selandia Baru berkata Tarrant tidak akan dijatuhi hukuman sampai semua korban selamat (atau keluarga korban tewas) bisa menghadiri persidangan.
Baca: 8 Fakta Unik Selandia Baru, Ada Daerah dengan Nama Terpanjang
Namun persidangan dengan melibatkan korban atau keluarga korban itu tertunda mengingat pandemi Covid-19 yang masih melanda seluruh negeri.
Meski Selandia Baru ini berstatus lockdown, hanya pelayanan yang penting saja yang masih berjalan, termasuk pengadilan.
Tarrant yang akhirnya mengaku bersalah hari ini hanya berselang beberapa hari setelah peringatan 1 tahun insiden brutal tersebut.
Penembakan brutal di dua masjid di Christchurch, terjadi pada 15 Maret 2019.
Di bawah hukum Selandia Baru, seseorang yang terbukti melakukan pembunuhan biasanya akan dijatuhi hukuman penjara minimal 10 tahun sebelum mengajukan pembebasan bersyarat.
Pengakuan Bersalah Tarrant Membuat Warga Lega
Perdana Menteri Jacinda Ardern mengatakan bahwa pengakuan bersalah akan memberikan kelegaan bagi banyak orang yang hidupnya hancur oleh serangan itu.
Rencana untuk pemeriksaan pengadilan dibuat dengan pemberitahuan singkat setelah Tarrant pada hari Selasa menunjukkan melalui pengacaranya bahwa ia ingin dibawa ke pengadilan, kata Komisaris Polisi Selandia Baru Mike Bush dalam sebuah pernyataan.
"Polisi menghargai kabar itu yang pasti akan mengejutkan bagi para korban dan masyarakat, beberapa di antaranya mereka mungkin ingin hadir di ruang sidang," kata Bush.
Dua imam dari Al Noor dan Linwood Islamic Center, dua masjid yang menjadi sasaran serangan, berada di ruang sidang untuk mewakili para korban, tambah Bush.
"Sementara sidang hukuman masih tertunda, pengakuan bersalah hari ini adalah sesuatu yang penting," kata Bush.
"Saya ingin mengakui bahwa para korban, keluarga mereka dan komunitas Christchurch, banyak kehidupan mereka yang berubah setelah insiden itu."
Ahmed Khan, yang berada di dalam Pusat Islam Linwood di Christchurch selama serangan itu, mengatakan bahwa ia mendengar tentang pengakuan bersalah Tarrant dalam sebuah email yang dikirim oleh pengadilan kepada para korban pada Kamis pagi.
"Cukup mengejutkan," kata Khan, yang sempat menggendong seorang lelaki yang terluka dan kemudian meninggal dalam pelukannya.
"Aku cukup senang dia mengaku bersalah atas semua tuduhan itu sehingga kita tidak harus melihat wajahnya selama persidangan yang panjang."
Dia mengatakan para korban khawatir bahwa persidangan, yang telah dijadwalkan bulan Juni, akan diulur oleh Tarrant sehingga dia bisa mendapatkan perhatian ekstra.
"Orang-orang di ruang sidang benar-benar marah dan menjadi sangat emosional karena sepertinya pelaku tidak menyesal," kata Khan.
"Sekarang kami berharap untuk hasil yang baik."
Pasca-insiden
Tarrant ditangkap pada 15 Maret tahun lalu, 21 menit setelah panggilan darurat pertama diterima oleh polisi.
Hampir semua korban langsung meninggal dunia di dalam Masjid Al Noor dan Pusat Islam Linwood.
Hanya dua orang yang meninggal setelah dilarikan ke rumah sakit, termasuk seorang warga negara Turki yang akhirnya meninggal pada bulan Mei.
Para korban berasal dari seluruh dunia, termasuk Pakistan, Arab Saudi, Bangladesh, Indonesia dan Malaysia.
Kurang dari sebulan setelah penembakan itu, anggota parlemen Selandia Baru memilih untuk mengubah undang-undang senjata negara itu untuk melarang senjata semi-otomatis gaya militer.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.