Pemerintah Indonesia akan Pulangkan 14 ABK WNI yang Diduga Mengalami Eksploitasi di Kapal Ikan China
Dubes Indonesia untuk Korea Selatan menuturkan pemerintah secepatnya akan pulangkan 14 ABK WNI yang diduga menjadi korban eksploitasi dalam bekerja.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan, Umar Hadi, mengungkapkan pemerintah akan memulangkan seluruh anak buah kapal (ABK) Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga mengalami eksploitasi di kapal ikan berbendera China.
Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (7/5/2020).
Umar Hadi menyebutkan, pihak pemerintah Indonesia sudah berniat untuk memulangkan 14 warganya yang menjadi ABK di kapal ikan itu.
Baca: Begini Kondisi Terkini ABK WNI yang Diduga Alami Eksplotasi di Kapal Ikan China
Dan seluruh persiapan kepulangan sudah disiapkan, yakni seperti tiket, serta dokumen penting lainnya.
Umar Hadi menyampaikan, mereka akan pulang menunggu ada penerbangan ke Indonesia.
Pasalnya di tengah pandemi Covid-19 ini, penerbangan tidak tersedia setiap waktu.
Kepulangan ke tanah air 14 ABK WNI tersebut ditanggung oleh perusahaan yang mengirim mereka bekerja di kapal.
"Jadi secepatnya, begitu ada penerbangan ke Indonesia kita bisa pulangkan," ungkap Umar Hadi.
"Sudah nggak ada masalah, tiketnya dan segala macam sudah ada."
"Ditanggung oleh agensi dari perusahaannya," tambahnya.
Kondisi Terkini 14 ABK WNI yang kini berada di Korea Selatan
Umar Hadi menyebutkan, 14 orang ABK WNI kini dalam keadaan yang baik dan sehat.
Baca: KBRI Desak 2 Pihak Bertanggung Jawab Terkait Nasib ABK WNI di Kapal Ikan China
Baca: Susi Pudjiastuti Ungkit Kasus Benjina di Tengah Viral ABK Indonesia Dianiaya di Kapal China
Mereka semua ditampung di sebuah hotel di Busan.
14 ABK WNI yang dirahasiakan identitasnya itu kini sedang menjalani masa karantina.
"Tetapi 14 yang lainnya dalam keadaan baik," ungkap Umar Hadi.
"Berada di satu hotel sebagai tempat karantina mereka di Kota Busan," lanjutnya.
Awalnya, jumlah ABK WNI di kapal saat merapat terdapat 15 orang.
Namun satu orang ditemukan sakit sejak berada di kapal.
ABK WNI tersebut langsung dibawa ke rumah sakit di Busan, Korea Selatan.
Hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia pada Rabu (29/4/2020).
"Semula ada 15, tetapi satu kemudian sakit sejak berada di kapal," jelas Umar Hadi.
"Kita konsultasikan ke rumah sakit di Busan."
"Kemudian yang bersangkutan meninggal dunia pada 29 April 2020," imbuhnya.
Baca: Viral, Video ABK Indonesia Menderita di Kapal Tiongkok, Susi Pudjiastuti: Tenggelamkan
Baca: Susi Pudjiastuti Marah Dengar Kasus ABK Indonesia di Kapal China, Sudah Peringatkan 15 Tahun Lalu
KBRI Desak 2 Pihak Bertanggung Jawab
Untuk menyelesaikan kasus ini, Umar Hadi menuturkan sudah melakukan beberapa tindakan.
Dalam kasus dugaan eksplotasi ABK WNI ini juga melibatkan KBRI yang berada di Beijing, China, sesuai kepemilikan kapal yang mempekerjakan para ABK WNI.
Umar Hadi menjelaskan, dalam kasus tersebut, tidak hanya melibatkan satu kapal berbendera China saja.
Ternyata terdapat tiga kapal yang terseret dalam kasus pelarungan jenazah ABK WNI di laut.
Ketiga kapal itu disebutkan berasal dari perusahaan yang sama asal China.
"Sudah banyak langkah-langkah yang kita lakukan untuk kasus ini," terang Umar Hadi.
"Di KBRI Beijing, karena ini melibatkan beberapa kapal bukan cuma satu, ada tiga."
"Tapi perusahaan sama dari Tiongkok," tambahnya.
Baca: Pakar Hukum Internasional: Pemerintah Harus Lindungi ABK WNI di Kapal Berbendera China
Baca: SPPI: Ada Diskriminasi, ABK Indonesia di Kapal China Hanya Boleh Minum Sulingan Air Asin
Umar Hadi menyampaikan, pihak KBRI Beijing sudah melayangkan surat untuk pemerintah China.
Pemerintah China diminta ikut bertindak pada perusahaan kapal ikan tersebut.
Pihak Indonesia, bersama dengan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mendesak China untuk turun tangan dan meminta perusahaan kapal ikan untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka.
"Ini KBRI Beijing sudah menyurati mereka, sudah mendesak RRC untuk juga ikut mendesak perusahaan ini," jelas Umar Hadi.
"Kita terus mendesak pemerintah RRC membantu mendesak perusahaan untuk bertanggung jawab," lanjutnya.
Tidak hanya itu, Umar Hadi menyampaikan juga melakukan kontak dengan perusahaan pengirim tenaga kerja.
Di mana mereka juga diminta untuk melakukan tanggung jawab pada WNI yang dikirim untuk menjadi ABK.
"Juga perusahan pengiriman tenaga kerja yang ada di Indonesia terus kita kontak," ungkap Umar Hadi.
"Kita minta mereka untuk bertanggung jawab," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Febia Rosada)