Parlemen Irak Tunjuk Mantan Kepala Intelijen jadi Perdana Menteri Baru
Parlemen Irak telah menyetujui mantan Kepala Intelijen Mustafa al-Kadhimi sebagai Perdana Menteri baru.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Parlemen Irak telah menyetujui mantan Kepala Intelijen Mustafa al-Kadhimi sebagai Perdana Menteri baru.
Penunjukkan al-Kadhimi telah mengakhiri lima bulan bergelut dengan jalan buntu.
Hal ini mengingat Irak tengah memerangi krisis ekonomi dan pandemi virus corona.
Sejak November 2019, Kadhimi merupakan orang ketiga yang dicalonkan untuk menggantikan Adel Abdul Mahdi.
Mengutip dari BBC, Kamis (7/5/2020) Kadhimi dilantik sebagai Perdana Menteri Irak pada Rabu (7/5/2020) malam.
"Keamanan, stabilitas, dan perkembangan Irak merupakan tujuan kita," tulisnya dalam Twitter.
Baca: Irak Akhirnya Miliki Perdana Menteri Baru setelah 6 Bulan Terjadi Kerusuhan Politik
Baca: Imigrasi Tolak 2 Warga Ukraina dan 1 Irak, Total 242 WNA Dilarang Masuk ke Indonesia
Lebih lanjut, Kadhimi dikabarkan tidak akan memulai masa jabatannya dengan kabinet penuh.
Faksi-faksi politik masih menegosiasikan para kandidat untuk kementerian-kementerian utama minyak dan luar negeri.
Sementara, para anggota parlemen menolak pilihan Kadhimi terkait perdagangan, keadilan, budaya, pertanian dan migrasi.
AS dan PBB menyambut baik pembentukan pemerintah baru Irak.
Tetapi, AS dan PBB mendesak Kadhimi untuk bergerak cepat mengatasi masalah Irak.
Tantangan Apa yang Harus Dihadapi Kadhimi?
Kadhimi mengatakan kepada parlemen, pemerintahnya dibentuk sebagai tanggapan terhadap krisis sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi Irak.
"Pemerintah akan memberikan solusi, bukan menambah krisis," terangnya.
Baca: Roket Menghantam Daerah Dekat Perusahaan Minyak AS di Irak Selatan, Tak Ada Kerusakan dan Kematian
Baca: Para Ahli Khawatirkan Hoaks yang Menyebar di Irak di Tengah Wabah Covid-19
Kemarahan Ribuan Orang Irak
Sebelum Covid-19 merebak di Irak pada Maret 2020, ribuan orang turun ke jalan di Ibu Kota Baghdad.
Banyak warga yang tinggal di selatan mengekspresikan kemarahan mereka pada korupsi endemik.
Selain itu mereka juga mengkritik tingkat pengangguran tinggi, layanan publik yang mengerikan, dan campur tangan asing di Irak.
Lebih dari 500 demostan ditembak mati oleh pasukan keamanan dan pria bersenjata tak dikenal selama lima bulan kerusuhan.
Dilaporkan ribuan pemrotes lainnya terluka.
Tuntutan para demostran di antaranya menyapu bersih sistem politik Irak.
Janji Kadhimi
Lebih jauh, Kadhimi telah berjanji, pemerintahnya akan menyelenggarakan pemilihan awal dan meminta pertanggungjawaban atas pembunuhan para demostran.
Kadhimi juga berurusan dengan pandemi Covid-19, yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 100 warga Irak.
Selain itu, Kadhimi harus bergelut dengan perawatan kesehatan di Irak yang memiliki kapasitas terbatas.
Jatuhnya harga minyak global dan kontraksi ekonomi juga menjadi pekerjaan rumah Kadhimi.
Pendapatan Pemerintah dari Minyak Sekira 90 Persen
Sebagai catatan, penjualan minyak menyumbang sekira 90 persen dari pendapatan pemerintah.
Pejabat administrasi sementara ini tengah mempertimbangkan pemotongan tunjangan dan gaji para Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Secara terpisah, Bank Dunia telah memproyeksikan produk domestik bruto Irak (PDB) akan mengalami kontraksi 9,7 persen pada 2020 ini.
Hal ini tercatat sebagai kinerja tahunan terburuk Irak sejak 2003.
Reaksi Terhadap Pemerintahan Baru di Irak
Lebih jauh, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyambut pemerintah baru Irak melalui panggilan telepon dengan Kadhimi.
"Mereka membahas kerja keras mendesak pemerintah Irak melaksanakan reformasi," kata Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataan.
Selain itu, Departemen Luar Negeri AS menambahkan, pemerintah baru di Irak juga harus menangai Covid-19 serta korupsi.
Secara terpisah, dalam pernyataan, Perwakilan Khusus PBB, Jeannie Hennis-Plasschaert mendesak Kadhimi.
Plaschaert mendesak Kadhimi agar menyelesaikan pembentukan kabinetnya.
Baca: Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo Sebut Ada Bukti Besar Virus Corona Berasal dari Lab di China
Baca: Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo Mengaku Belum Melihat Pemimpin Korut Kim Jong Un
Lebih lanjut, Mike Pompeo memperingatkan bahwa ia menghadapi pertempuran berat dan tidak ada batas waktu.
"Pemerintah Irak yang baru harus bergerak maju memberlakukan perubahan yang berarti," kata Pompeo.
"Seperti halnya peluang, tantangannya banyak," tegas Mike Pompeo.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)