Misi Kemanusiaan, Etihad Airways Lakukan Penerbangan Komersial Pertama dari UEA ke Israel
Hal ini menandai dilakukannya penerbangan komersial pertama antara kedua negara secara langsung tanpa transit di negara ketiga.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, ABU DHABI - Sebuah pesawat kargo Etihad Airways, menerbangkan bantuan untuk membantu Palestina memerangi pandemi virus corona (Covid-19) dari Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA) ke Israel pada Selasa lalu.
Hal ini menandai dilakukannya penerbangan komersial pertama antara kedua negara secara langsung tanpa transit di negara ketiga.
UEA, sebagai 'rumah' bagi Abu Dhabi dan Dubai di Semenanjung Arab, sebenarnya tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel terkait pendudukan tanah yang diinginkan Palestina untuk negara masa depannya.
Baca: Terhempas Corona, Etihad Airways Lakukan PHK Karyawan, Termasuk Awak Kabin
Baca: Etihad Airways Siapkan Teknologi Pendeteksi Gejala Medis untuk Penumpang di Bandara
Negara ini seperti Mesir dan Yordania, namun tidak setipe dengan negara di Timur Tengah lainnya yang menjalin hubungan baik dengan Israel.
Namun penerbangan perdana itu menandai kerja sama antara Israel dan UEA setelah bertahun-tahun dikabarkan terlibat sejumlah permasalahan.
Dikutip dari laman South China Morning Post, Kamis (21/5/2020), Etihad, merupakan maskapai jarak jauh milik pemerintah UEA yang berbasis di Abu Dhabi.
Maskapai ini mengonfirmasi bahwa pihaknya melakukan penerbangan ke Bandara Ben Gurion, Tel Aviv, Israel, pada Selasa lalu waktu setempat.
"Etihad Airways mengoperasikan penerbangan kargo kemanusiaan khusus dari Abu Dhabi ke Tel Aviv, untuk menyediakan pasokan medis bagi Palestina. Penerbangan itu tidak mengangkut penumpang," kata maskapai tersebut kepada The Associated Press.
Di masa lalu, pesawat-pesawat pribadi dan diplomatik kerap 'wajib' melakukan perjalanan ke negara ketiga terlebih dahulu sebelum menuju ke Israel.
Pejabat pemerintah UEA pun enggan menanggapi pertanyaan terkait penerbangan perdana yang langsung menuju Israel ini.
Kantor berita WAM yang dikelola pemerintah UEA kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa negara itu mengirimkan 14 ton Alat Pelindung Diri (APD), alat medis serta ventilator untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19 dan menangani dampaknya di wilayah Palestina.
Penerbangan kargo ini mendarat di Ben Gurion pada Selasa malam, para kru yang ikut dalam misi kemanusiaan ini pun mengeluarkan muatan yang terdapat simbol bendera UEA dan Palestina.
Ini akan menjadi wujud dari salah satu upaya Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dalam memerangi wabah itu.
Baik Jalur Gaza maupun Tepi Barat diketahui tidak memiliki bandara sendiri, ini berarti sebagian besar kargo yang menuju wilayah Palestina harus masuk melalui Israel.
UEA awalnya merupakan sebuah federasi dari tujuh syekh yang didirikan pada tahun 1971 silam.
Dalam perkembangannya, UEA tidak memiliki sejarah yang signifikan dengan orang-orang Yahudi, tidak seperti negara-negara Teluk Persia lainnya.
Meskipun tidak mengakui Israel secara diplomatik, pejabat UEA telah mengizinkan pejabat Israel untuk berkunjung ke negara itu.
Bahkan lagu kebangsaan Israel pun diizinkan untuk digemakan setelah seorang atlet asal negeri zionis itu memenangkan medali emas di turnamen judo Abu Dhabi.
Israel juga memiliki misi kecil yang mewakili kepentingannya di Badan Energi Terbarukan Internasional di Abu Dhabi.
Tahun depan, Israel akan mengambil bagian pula dalam Expo 2020 yang tertunda, sebuah pekan raya dunia yang diselenggarakan Dubai.
UEA juga telah mengumumkan rencana untuk membangun Rumah Keluarga Abraham di Abu Dhabi, yang akan menampung rumah ibadah seperti masjid, gereja, dan sinagog.
Orang Israel yang bepergian dengan paspor Barat pun secara rutin memasuki UEA tanpa terkendala, meskipun sambungan telepon masih tidak dapat dilakukan antara kedua negara.
Kendati demikian, UEA baru-baru ini mengkritik rencana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang ingin mencaplok bagian-bagian Tepi Barat Palestina dan memperingatkan 'dampak dari tindakan itu'.
Terkait pandemi corona, Israel dan Otoritas Palestina telah memberlakukan sistem penguncian (lockdown) secara besar-besaran sejak pertengahan Maret lalu untuk mencegah penyebaran wabah ini.
Selain itu, juga membatasi perjalanan dan pertemuan publik serta memaksa bisnis-bisnis yang tidak penting untuk ditutup sementara.
Namun pembatasan-pembatasan itu telah banyak dicabut dalam beberapa minggu terakhir karena tingkat infeksi pandemi di Israel dan Palestina diklaim telah menurun.
Israel telah melaporkan lebih dari 16.600 kasus dan 270 kematian, dengan lebih dari 13.000 pasien telah pulih.
Sementara Otoritas Palestina telah melaporkan sekitar 390 kasus dan dua kematian, dengan sekitar 340 orang telah pulih.
Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, situs tersuci ketiga bagi umat Islam pun akan dibuka kembali minggu depan setelah berakhirnya liburan besar yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadan.