Cegah Rusuh Meluas, Donald Trump Berlakukan Darurat Sipil di Sejumlah Kota, WNI Terpantau Aman
Di Kota Washington DC aksi unjuk rasa sebagian besar berlangsung damai, namun di malam hari terjadi bentrokan dengan polisi.
Penulis: Febby Mahendra
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Aksi unjuk rasa di Amerika Serikat terkait kematian pria kulit hitam, George Floyd, memasuki hari kedelapan dan belum ada tanda-tanda surut.
Wali Kota Seattle Jenny A Durkan bahkan menandatangani perintah darurat sipil pada Selasa (2/6/2020) waktu setempat dan memperpanjang jam malam hingga 6 Juni mendatang.
Jam malam diperpanjang, mulai dari pukul 21.00 hingga pukul 05.00 keesokan harinya. Wali Kota Durkan menyatakan kondisi darurat sipil itu dipicu aksi kekerasan, penjarahan, dan bahaya infeksi Covid-19 yang masih ada.
Jam malam tidak berlaku untuk penegakan hukum, personel darurat, pejabat kota dan pemerintah, anggota media berita resmi, dan pekerja yang terlibat dalam fungsi-fungsi penting seperti perawatan medis.
Mereka yang melanggar jam malam bisa menghadapi hukuman penjara dan atau denda hingga 500 dolar AS (setara Rp 7 juta).
Baca: Surat PHK Dikirim Tengah Malam, 181 Pilot Kontrak Garuda Indonesia Kehilangan Pekerjaan
Departemen Pertahanan (Pentagon) mengkonfirmasi sekira 1.600 personel militer telah dipindahkan dari Fort Bragg dan Fort Drum ke wilayah Washington DC untuk membantu otoritas sipil jika diperlukan.
Baca: Tagihan Listrik di Rumah Raffi Ahmad & Nagita Slavina Capai Rp 17 Juta Per
Namun mereka belum diterjunkan ke lapangan. Di Kota Washington DC aksi unjuk rasa sebagian besar berlangsung damai, namun di malam hari terjadi bentrokan dengan polisi.
Baca: Token Listrik Rp 1 Juta Habis dalam 2 Hari, Gigi Omeli Petugas PLN: Kesel, di Sini Jepret Mulu . . .
Para pengunjuk rasa melemparkan kembang api ke arah polisi dari sisi lain
pagar, dan polisi membalas dengan semprotan merica.
Sedang di Kota New York masih terjadi penjarahan tetapi menurun dibandingkan sehari sebelumya (Senin malam waktu setempat atau Selasa siang WIB). Sekelompok besar pengunjuk rasa mencoba menyeberangi Jembatan Manhattan dari Brooklyn ke Manhattan, tetapi disekat oleh polisi.
Dari Los Angeles dilaporkan, pengunjuk rasa tetap berada di luar kediaman wali kota, bahkan hingga jam malam berlaku.
Baca: Terkuak! Trio Mantan Petinggi Jiwasraya Terima Mobil Mewah dan Pelesir ke Luar Negeri
Polisi akhirnya tiba untuk menangkap pengunjuk rasa dan membawa mereka pergi.
Kementerian Luar Negeri RI menyebut tidak ada warga negara Indonesia (WNI) yang terdampak unjuk rasa di AS.
Baca: Rusuh Menjadi-jadi, Polisi Tembak Mati Warga Kulit Hitam Pemilik Restoran di Kentucky
“Hingga saat ini tidak ada WNI yang terdampak demonstrasi di lebih dari 140 kota di AS,”
kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Judha Nugraha, di Jakarta, Rabu (3/6/2020).
Berdasarkan data Kemlu, terdapat 142.141 WNI tinggal menetap di AS.
Untuk memastikan keselamatan dan keamanan seluruh WNI, enam perwakilan RI di AS telah
memperluas komunikasi dengan berbagai komunitas masyarakat Indonesia termasuk melalui pertemuan secara daring.
“Alhamdulillah, kondisi warga negara kita baik dan aman, termasuk akses mereka terhadap jaringan kesehatan di AS,” tutur Judha.
Pendemo tewas
Di tengah aksi unjuk rasa muncul berbagai laporan mengenai kekerasan yang dilakukan polisi terhadap pengunjuk rasa.
Dalam beberapa kasus, para pemimpin polisi mengatakan aksi kekerasan yang dilakukan pendemo di jalanan membuat mereka tidak punya pilihan lain.
Presiden Donald Trump telah mendorong para pejabat lokal meningkatkan unjuk kekuatan mereka. Tetapi pengunjuk rasa dan kritikus polisi berpendapat beberapa petugas meningkatkan tindakan mereka.
Rekaman video dan foto dari di seluruh negeri menunjukkan polisi menembakkan gas air mata ke arah kerumunan massa. Kadang-kadang gas air mata ditembakkan ke arah pelaku kekerasan dan penjarahan.
Namun tak jarang gas air mata juga diarahkan kepada peserta aksi damai.
Para pejabat di beberapa kota mengatakan mereka sedang menyelidiki tuduhan sejumlah oknum petugas telah menggunakan kekuatan berlebihan terhadap pendemo.
Di Atlanta, dua petugas dipecat setelah polisi mengatakan mereka memecahkan kaca sebuah kendaraan, menarik dua pengunjuk rasa keluar dari mobil, dan melakukan tindakan kasar.
Muncul pula laporan kekerasan terhadap para wartawan yang melakukan tugas peliputan.
Baca: Terkuak Setahun Pasca Kejadian, Pembunuh Janda Empat Anak Ini Ternyata Pasangan Suami Istri
Seorang fotografer di Minneapolis mengatakan ditembak peluru karet. Juga di Minneapolis, seorang awak CNN ditangkap saat memberikan laporan televisi langsung namun dibebaskan sekitar satu jam kemudian.
Baca: FOTO-FOTO MESRA Liburan Bulan Madu Awan Arzum Balli, Bule Turki yang Nikahi Petugas PPSU
Sedangkan di Nebraska, seorang pengunjuk rasa tewas setelah ditembak pemilik seorang anak pemilik bar.
Keluarga korban mengatakan jaksa tidak mengajukan tuntutan atas peristiwa tersebut, alasannya penembakan dilakukan untuk membela diri.
Baca: Ditelepon oleh Mertua Akan Jadi Janda, Ika Sartika Syok Suaminya yang Polisi Meninggal Bunuh Diri
Jaksa Wilayah Douglas, Don Kleine, mengatakan setelah menonton video kejadian, bersama pejabat polisi dan detektif pembunuhan, ia memutuskan untuk tidak menuntut Jake Gardner dalam kematian James Scurlock, pada peristiwa Sabtu malam.
Pengacara Justin Wayne, yang mewakili keluarga Scurlock (korban), mengatakan pria berusia 22 tahun itu seharusnya tidak tertembak saat perkelahian pada Sabtu malam. Ksus tersebut harus dibawa ke dewan juri.
Peristiwa berawal ketika ayah Gardner meminta para demonstran di luar bar Gatsby untuk pergi.
Ia mendorong seorang pengunjuk rasa. Seorang pria tak dikenal dapat terlihat mendorong Gardner sehingga putranya ikut turun tangan.
Jake Gardner saat itu membawa pistol di pinggangnya. Mendadak dua orang melompat ke punggung Gardner sehingga ia melepaskan dua tembakan peringatan. Scurlock menyerang kemudian tertembak dan tewas. (cnn/feb)