Trump Teken Perintah Eksekutif Reformasi Kepolisian AS
Namun Trump tidak membahas kaitan rasisme yang sistemik dengan kebrutalan polisi, isu yang memicu
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON-Setelah berminggu-minggu gelombang unjuk rasa sejak kematian George Floyd, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif mendorong reformasi di tubuh Kepolisian.
Namun Trump tidak membahas kaitan rasisme yang sistemik dengan kebrutalan polisi, isu yang memicu gelombang unjuk rasa di AS.
"Mengurangi kejahatan dan menaikkan standar bukan tujuan yang berlawanan," katanya sebelum menandatangani perintah, diapit oleh petugas polisi.
Trump dan Partai Republik di Kongres telah bergegas untuk merespon demonstrasi menentang kebrutalan polisi dan isu rasial yang telah berkecamuk selama berminggu-minggu di seluruh wilayah dalam menanggapi kematian Floyd dan warga kulit hitam lainnya.
Baca: Buntut Tewasnya George Floyd, Donald Trump Larang Piting Leher di Amerika: Kecuali Ancam Nyawa
Baca: Donald Trump Gelar Kampanye, Physical Distancing dan Pemakaian Masker Tidak Diwajibkan
Baca: Donald Trump Setuju Larangan Teknik Cekik Leher Chokehold
Perintah eksekutif Trump akan membuat database yang menyelidiki petugas polisi yang menggunakan kekuatan berlebihan.
Banyak perwira polisi AS terlibat dalam insiden fatal, termasuk Derek Chauvin, di Minneapolis yang telah didakwa dengan kasus pembunuhan dalam kematian Floyd.
Perintah Trump ini juga akan memberikan insentif keuangan bagi departemen kepolisian untuk mengadopsi praktik terbaik dan mendorong lembaga sertifikasi melatih polisi meredam ketegangan tanpa kekerasan.
Ketua DPR Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat, Nancy Pelosi, mengkritik perintah eksekutif Trump. Karena dinilai tidak menjawab masalah untuk memerangi epidemi ketidakadilan rasial dan kebrutalan polisi yang membunuh ratusan orang kulit hitam.
Adek Floyd Serukan Kongres AS untuk Loloskan RUU Reformasi Polisi
Adek dari George Floyd, yang kematiannya memicu gelombang demonstrasi menentang rasisme, menyerukan kepada Kongres AS untuk "menghentikan rasa sakit."
Rasa sakit itu akan hilang, ketika Kongres meloloskan RUU reformasi untuk mengurangi kebrutalan polisi.
Philonise Floyd hadir secara pribadi dalam sidang Kongres dan menggambarkan kesedihannya menonton video viral kematian George.
Ia menuntut pembuat Undang-Undang untuk mengatasi masalah sistemik dalam penegakan hukum.