Kim Yo Jong Kerap Muncul, Analis Memprediksi Adik Kim Jong Un akan Segera Duduki Posisi Lebih Tinggi
Kerap munculnya Kim Yo Jong membuat para analis berpikir Kim Yo Jong akan segera menduduki posisi lebih tinggi di kepemerintahan Korea Utara.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Akhir-akhir ini Kim Yo Jong kerap maju menangani problematika luar negeri, tanpa kakaknya, Kim Jong Un di sisinya.
Hal ini membuat para analis memprediksi Kim Yo Jong akan segera menduduki posisi lebih tinggi di kepemerintahan Korea Utara.
Seperti yang dilansir CNBC, minggu lalu, Pyongyang mengeluarkan ancaman dan arahan di bawah Kim Yo Jong sendiri, tanpa Kim Jong Un.
"Kami melihat banyak pernyataan besar keluar dari Kim Yo Jong," kata John Park, direktur Proyek Korea di Harvard Kennedy School.
"Ini menunjukkan bahwa perannya bukan hanya sekedar seremonial dan tak bisa lagi diremehkan," tambahnya.
Baca: Korea Utara Ancam Kerahkan Pasukan, Korea Selatan: Belum Ada Kegiatan Mencurigakan
Baca: Situasi Korut dan Korsel Memanas, Pesawat Pribadi Kim Jong Un Terlihat Terbang Tinggalkan Pyongyang
Selain itu, ketidakhadiran penuh Kim Jong Un membawa pengaruh yang signifikan, kata Miha Hribernik dari Verisk Maplecroft.
"Dengan membiarkan saudara perempuannya untuk mengurusi masalah dengan Korea Selatan, Kim Jong Un kemungkinan akan meningkatkannya ke posisi yang lebih senior dalam rezim," tulis Hribernik dalam sebuah catatan minggu ini sebelum Korea Utara meledakkannya kantor penghubung bersama dengan Korea Selatan.
"Hal ini mengingatkan kita saat Kim Jong Un memimpin pemboman Pulau Yeonpyeong Korea Selatan pada 2010 untuk meningkatkan posisinya sebelum akhirnya mengambil alih Pemimpin Tertinggi pada 2011," ujar Hribernik.
Sedikit yang diketahui tentang Kim Yo Jong.
Namun, ia didokumentasikan dengan baik saat menghabiskan beberapa waktu di Swiss dengan Kim Jong Un.
Keduanya lahir dari ibu yang sama, istri dari mendiang pemimpin Korea Utara, Kim Jong Il.
Baca: Kim Yo Jong Minta Presiden Korea Selatan Minta Maaf karena Rusak Hubungan Antar Korea
Baca: Media Korea Utara Ejek Korea Selatan setelah Kim Yo Jong Kritik Hubungan Korea Selatan-AS
Para analis mengatakan saudara kandung yang hidup bersama selama beberapa tahun di tempat yang sama di luar negara asal telah membina hubungan dekat antara keduanya yang sekarang terwujud di tingkat politik.
"Saya pikir apa yang kita lihat sekarang pada dasarnya adalah cerminan dari kemitraan yang ia miliki dengan adiknya," kata John Park.
"Sepertinya ada semacam kekuatan kemitraan antara keduanya yang kini menjadi lebih terlihat."
Kim Yo Jong pertama kali menjadi pusat perhatian global ketika ia menghadiri upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang tahun 2018 lalu.
Ini membuatnya menjadi yang pertama dari keluarga Kim yang menginjakkan kaki di Korea Selatan.
Setelah itu, ia menemani kakaknya ketika menghadiri KTT dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, Presiden AS Donald Trump, dan Presiden China Xi Jinping.
Meskipun Kim Yo Jong secara de facto telah menjadi orang nomor dua di Korea Utara selama beberapa tahun, yang dilakukannya saat ini hanyalah menegaskan posisinya, kata Lee Sung Yoon, Profesor Kajian Korea Studi Yayasan Korea di The Fletcher, Universitas Tufts.
Bulan Maret lalu, Kim Yo Jong mengeluarkan surat atas namanya sendiri yang mengolok-olok kantor kepresidenan Korea Selatan.
Selain itu ada satu lagi surat dari Presiden AS Donald Trump.
Kedua hal itu menandakan Kim Yo Jong lah yang bertanggung jawab atas kebijakan luar negeri, kata Lee Sung Yoon.
Dengan adanya pemboman kantor gabungan Korea Utara dan Korea Selatan beberapa hari lalu, Kim Yo Jong ingin menunjukkan dia bertanggung jawab dan dia adalah pemimpin Korea Utara yang keras, kata Lee.
Walaupun menarik Kim Yo Jung telah "diberi suara" untuk menyampaikan ancaman kali ini, itu juga dapat berarti ketegangan dapat tumbuh di semenanjung Korea, kata Jung Pak, Ketua Yayasan SK-Korea dalam Studi Korea di Brookings Institution's Center untuk Studi Kebijakan Asia Timur.
"Jika ini dimaksudkan untuk memberikan mandat militernya, maka kita mungkin melihat tindakan provokatif tambahan dan krisis manufaktur yang berakhir dalam bentrokan militer," kata Pak kepada CNBC.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)