Menkeu Lebanon: Pembahasan dengan IMF Soal Bailout 'Ditunda'
Pembicaraan terkait dana talangan (bailout) antara Lebanon dan International Monetary Fund (IMF) mengalami penundaan.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT - Pembicaraan terkait dana talangan (bailout) antara Lebanon dan International Monetary Fund (IMF) mengalami penundaan.
Hal itu karena negara itu sesegera mungkin perlu menyepakati reformasi yang akan dilaksanakan untuk menyelesaikan krisis ekonomi yang sedang berlangsung.
Seperti yang disampaikan Menteri Keuangan Lebanon Ghazi Wazni, pada hari Jumat lalu.
Baca: 10 Negara yang Diprediksi IMF Bakal Pulih Cepat dari Pandemi Covid-19, Indonesa Salah Satunya
"Negosiasi dengan IMF untuk sementara ditunda, menunggu Lebanon melaksanakan reformasi sesegera mungkin. Namun saya akan terus melakukan kontak dan komunikasi yang konstan dengan IMF," kata Wazni pada surat kabar Lebanon Al Joumhouria.
Dikutip dari laman Sputnik News, Minggu (5/7/2020), Pemerintah Lebanon saat ini tengah bekerja untuk menentukan berapa jumlah kerugian yang dialami pada semua sektor.
"Kami harus mengembangkan visi terpadu yang disepakati semua kekuatan politik dan dalam koordinasi dengan pemerintah dan parlemen, karena tidak ada waktu lagi untuk melakukan penundaan. Kami harus secepatnya menyetujuinya," tegas Wazni.
Awal pekan ini, anggota senior tim perunding Lebanon dengan IMF, Alain Bifani, mengundurkan diri karena ketidaksetujuannya dengan strategi pemerintah dan solusi untuk menyelesaikan krisis ekonomi serta keuangan yang berkelanjutan di negara itu.
Baca: IMF: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia -0,3 Persen Pada Tahun Ini
Lebanon pun tengah menghadapi aksi protes yang meluas selama berbulan-bulan, hingga kerusuhan publik akhirnya menyebabkan penggulingan terhadap pemerintahan sebelumnya pada Oktober lalu.
Para pengunjuk rasa itu secara konsisten menuntut reformasi ekonomi di tengah krisis keuangan yang semakin memburuk di negara itu, yang telah mengakibatkan depresiasi tajam pada mata uang lokal.
Pada Februari 2020, pemerintah Lebanon pun mengadopsi rencana aksi yang bertujuan untuk mencegah agar ekonomi negara tersebut tidak hancur.
IMF mengatakan pada bulan yang sama bahwa pihaknya akan memberikan bantuan teknis untuk membantu Lebanon dalam menangani tantangan ekonomi makro setelah dilakukannya putaran pertama pembicaraan 'produktif' antara kedua belah pihak.
Selanjutnya pada akhir April lalu, Perdana Menteri (PM) Lebanon Hassan Diab mengatakan bahwa negaranya juga akan meminta bantuan keuangan dari IMF untuk membantu mengatasi krisis yang sedang berlangsung.
Terkait langkah ini, IMF dan Lebanon berhasil menyepakati putaran pertama perundingan pada Mei lalu, yang bertujuan memulihkan ekonomi Lebanon.
Kemudian pada bulan yang sama, pejabat IMF dan pemerintah Lebanon mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan pembicaraan.
IMF pun menyampaikan akumulasi kerugian bank sentral negara itu mencapai setidaknya 49 miliar dolar Amerika Serikat (AS).