166 Orang Tewas dalam Aksi Protes Pembunuhan Musisi di Ethiopia, Hachalu Hundessa
Setidaknya 166 orang tewas dalam kerusuhan etnis pasca pembunuhan penyanyi Ethiopia, Hachalu Hundessa.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Setidaknya 166 orang tewas dalam kerusuhan etnis pasca pembunuhan penyanyi Ethiopia, Hachalu Hundessa.
Dikutip dari BBC, seorang pejabat kepolisian mengatakan 145 warga sipil dan 11 personel keamanan tewas di wilayah Oromia.
Sedangkan 10 orang lainnya tewas di Ibukota Addis Ababa.
Penyanyi kenamaan di Ethiopia, Hachalu (34) dibunuh pada Senin lalu.
Hal ini memicu kerusuhan yang menyebar dari Oromia, daerah yang kental dengan pengaruh Hachalu.
Hachalu sempat mengatakan dia menerima ancaman pembunuhan.
Baca: Lawan Corona, Taiwan Sumbangkan 100.000 Masker ke Ethiopia
Baca: Deretan Kuliner Unik di Ethiopia, dari Beyainatu hingga Tere Siga
Hachalu dikenal sebagai seniman yang menyuarakan politik dari sisi kelompok etnis Oromo.
Oleh sebab itu sepanjang kariernya, pria ini kerap mendapat tekanan dari pihak yang tidak menyukainya.
Hachalu meninggal setelah ditembak mati dua tersangka yang belum dirilis identitasnya oleh polisi.
Penyanyi itu kemudian dimakamkan di kampung halamannya di Ambo.
Sampai saat ini belum jelas motif pembunuhan penyanyi itu.
Lagu-lagu Hachalu berfokus pada hak-hak warga Oromo, kelompok etnis terbesar di Ethiopia.
Bahkan salah satu lagunya menjadi semboyan dalam gelombang protes penyebab jatuhnya perdana menteri sebelumnya di 2018 silam.
Menurut wartawan BBC Ethiopia, Kalkidan Yibeltal ketegangan etnis memuncak sepeninggal Hachalu.
Baca: Ceramah Bahar bin Smith Kritik Pemerintah, Pengacara: Bisa Pemerintah Ethiopia, Burundi, Somalia
Baca: Deretan Fakta Unik Ethiopia, Negara yang Memiliki 13 Bulan dalam Setahun
Wakil Komisaris Polisi Oromia, Gelam mengatakan ada 167 orang yang mengalami cedera serius selama kerusuhan.
Gelam mengatakan 1.084 orang telah ditangkap, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Lebih lanjut, kepolisian mengatakan bahwa kini kerusuhan sudah terkendali.
Perdana Menteri Abiy Ahmed, yang juga keturunan Oromo dan berkuasa pada April 2018, memperingatkan bahwa orang di balik kematian Hachalu ingin menggagalkan reformasinya.
"Kami memiliki dua pilihan sebagai rakyat. Untuk jatuh ke dalam perangkap yang dibuat oleh para pencela atau menyimpang dari perangkap mereka dan tetap pada jalur reformasi."
"Memilih yang pertama adalah dengan sukarela membantu mereka dalam kematian kita," kata perdana menteri.
Dipenjara Hingga Menulis Lagu Berisi Aspirasi
Hachalu Hundessa merupakan mantan tahanan politik dan pria biasa yang tumbuh besar dengan memelihara ternak.
Sikap kritisnya mengantarkan Hachalu menjadi salah satu musisi ternama di Ethiopia.
Dia menggugah masyarakat Ethiopia dengan lirik bernda romansa dan kebebasan politik, dua topik yang sering dia gabung dalam lagunya.
"Saya biasa menyanyi apa pun yang muncul di kepala saya," kenangnya dalam wawancara BBC Afaan Oromoo pada 2017.
Hachalu lahir di Ambo pada 1986, barat ibukota, Addis Ababa.
Ketika itu Ethiopia dicekam ketegangan politik, dimana pemerintahan melarang oposisi dan memenjarakan pengritik.
Hachalu bersekolah di Ambo dan bergabung dengan komunitas siswa yang berkampanye untuk kebebasan.
Pada usia 17 tahun, Hachalu dipenjara selama lima tahun karena aktivitas politiknya.
Baca: Chord Lagu Ethiopia - Iwan Fals, Kunci Gitar Dasar Paling Mudah Dimainkan
Baca: 5 Fakta Unik di Balik Kebiasaan Makan Daging Mentah Orang Ethiopia
Namun Hachalu justru makin mendalami kondisi politik negara ketika berada di penjara.
Di sana dia terus belajar tentang sejarah Ethiopia, termasuk pemerintahannya oleh kaisar dan otokrat.
Selain itu, Hachalu juga banyak belajar musik ketika menjadi pesakitan.
"Saya tidak tahu bagaimana menulis lirik dan melodi sampai saya ditempatkan di balik jeruji. Di sanalah saya belajar," katanya dalam wawancara 2017.
Selama di penjara, dia menulis sembilan lagu dan merilis album pertamanya Sanyii Mootii (Race of the King) pada 2009, setahun setelah berjalan bebas.
Album ini mengubahnya menjadi bintang musik dan simbol politik aspirasi rakyat Oromo.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)