Menhan Israel Ancam Pemimpin Hezbollah Lebanon, Balasan Jika Serang Israel Akan Sangat Menyakitkan
Pada 28 Juli 2020, tentara Israel mengumumkan mereka menggagalkan operasi sabotase di wilayah perbatasan Jabal Roos dengan Lebanon.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT - Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz, memperingatkan pemimpin kelompok Hezbollah Lebanon, Sayyed Hassan Nasrallah, bahayanya jika ia "melintasi garis merah".
Ancaman itu bisa ditujukan secara pribadi maupun negara Lebanon. Ancaman Gantz muncul lewat pernyataan tertulis yang diterbitkan kantornya, Selasa (4/8/2020), dikutip Al Masdar New Network.
"Jika Nasrallah berpikir melanggar garis merah, ia akan menerima respons menyakitkan yang akan mengingatkannya pada kesiapan tinggi negara Israel, dan itu akan membahayakan Lebanon," kata Gantz.
Pada 28 Juli 2020, tentara Israel mengumumkan mereka menggagalkan operasi sabotase di wilayah perbatasan Jabal Roos dengan Lebanon.
Sejumlah gerilyawan Hezbollah Libanon menurut pihak Israel, menyusup ke wilayah Israel. Serangan itu bisa digagalkan. Tidak ada korban di pihak pasukan Israel.
Hezbullah membantah klaim Israel itu, dan menegaskan, mereka tidak melakukan gerakan apapun di perbatasan.
"Semua yang media musuh klaim tentang menggagalkan operasi infiltrasi dari wilayah Lebanon ke Palestina yang diduduki,” kata kelompok milisi Syiah Lebanon itu.
“Peristiwa di sekitar lokasi pendudukan di Sheba. 'a Farms tidak benar sama sekali, dan ini upaya untuk menciptakan kemenangan palsu,” lanjut mereka.
Baca: Militer Israel Serang Pos Pertahanan Hamas di Jalur Gaza
Menlu Lebanon mundur
Di sisi lain, ketegangan yang terjadi di perbatasan Lebanon selatan, menambah kerumitan nasional setelah Menlu Lebanon Nassif Hitti mengundurkan diri.
Lebanon telah menunjuk Charbel Wehbe sebagai Menlu pengganti. Hiiti mundur seraya mengatakan, negaranya berisiko menjadi "negara gagal" akibat keengganan pemerintah melakukan regormasi.
"Saya berpartisipasi dalam pemerintahan ini dengan dasar bahwa saya memiliki satu majikan bernama Lebanon, dan saya menemukan banyak majikan dan kepentingan yang bertentangan di negara saya," kata Hitti.
Pernyataan itu ditulis di surat pengunduran dirinya yang dikirim ke Perdana Menteri Hassan Diab. Pengunduran diri itu diumumkan kepada publik, Senin (3/8/2020) waktu setempat.
"Jika mereka tidak berkumpul bersama untuk kepentingan rakyat Lebanon dan menyelamatkan mereka, maka kapal itu, Tuhan melarang, akan tenggelam bersama semua orang di dalamnya," lanjut Hitti.