Libya Hadapi Potensi Bencana Lebih Dahsyat Ketimbang Ledakan di Beirut
Konflik dua kelompok bersenjata di Libya berdampak pada ekspor minyak negara itu. Pelabuhan Sirte diblokade pasukan Haftar.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT – Direktur Perusahaan Minyak Nasional Libya, Mustafa Sanalla, memperingatkan negaranya bakal menghadapi bencana lebih dahsyat ketimbang ledakan di Beirut, Lebanon.
Perusahaan minyak yang dikendalikan Tripoli (Government National Accord/GNA) itu mengalami kerugian miliaran dolar selama beberapa bulan terakhir.
Penyebabnya, ada blokade terminal utama ekspor minyak Libya oleh pasukan Libyan National Army (LNA).
Kelompok bersenjata ini dipimpin Marsekal Haftar, tokoh perlawanan yang didukung Rusia, Mesir, dan Emirat Arab. Kelompok ini menutup jaringan pipa utama minyak Libya.
Mereka pun mempersenjatai area pelabuhan di Sirte menggunakan sistem antiserangan udara Pantsir S-1 buatan Rusia.
“Militerisasi fasilitas minyak, kehadiran tentara bayaran serta eskalasi militer meningkatkan risiko hidrokarbon dan bahan kimia yang disimpan di pelabuhan,” kata Mustafa Sanalla dikutip Sputniknews dan Al Masdar News, Minggu (9/8/2020).
Baca: Dapat Restu Parlemen, Pemerintah Mesir akan Kirim Tentara ke Libya
Baca: Erdogan: Libya Minta Bantuan, Turki Akan Segera Kirim Pasukan
Sanalla menambahkan, situasi rentan itu bisa menyebabkan bencana yang lebih parah daripada (yang terjadi di) Pelabuhan Beirut.
Kehancuran besar-besaran akan menyebabkan Libya keluar dari pasar minyak selama bertahun-tahun.
Foto dan video yang beredar dan dikutip Al Masdar News Network yang berbasis di Beirut, menunjukkan kendaraan sistem Pantsir S-1 dikerahkan ke dekat kota pelabuhan strategis Sirte.
Video kehadiran sistem rudal Pantsir S-1 itu pertama diunggah media Rusia, Avia.Pro. Sirte saat ini berada di bawah perlindungan setidaknya 8 unit Pantsir S-1.
Ledakan besar melanda Beirut, ibu kota Lebanon, pada 4 Agustus, menewaskan sedikitnya 159 orang dan melukai ribuan lainnya.
Pihak berwenang menyalahkan ledakan itu pada timbunan amonium nitrat yang disimpan di gudang secara serampangan dan tanpa pengawasan memadai.
Bencana itu turut memicu aksi protes anti-pemerintah yang meluas dan meningkatkan kemungkinan pemilihan lebih awal atau kolapsnya pemerintahan Lebanon.
Sanalla memperkirakan potensi kehilangan peluang dari potensi bencana di Libya akan merugikan negara ratusan miliar dolar yang akan masuk ke negara penghasil minyak lainnya.